Kamis, 21 Mei 2020

makalah hukum perjanjian


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM
GUNUNG JATI

Data Direktori Kopertis Wilayah IV

MAKALAH HUKUM PERJANJIAN
ESEKUTIF 34
OLEH RIZA UMAMI / 21955
DOSEN PENGASUH SAKWADEDY KUSUMA, SH.MM


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah sebagai salah satu tugas studi mata kulliah hukum perdata mengenai hukum perjanjian.
Tidak lupa saya sampaikan ucapan terimakasih kepada semua kalangan yang telah ikut berpartisipasi dan memberikan dukungan kepada saya. Terutama kepada dosen pengajar yang telah memberikan bekal materi. Saya sadar dalam pembuatan artikel ini masih banyak kekurangan sehingga dibutuhkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai kalangan demi perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat tulisan ini sebagai sebuah referensi pembelajaran.
Akhirnya, semoga makalah ini  dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi saya khususnya. Aamiin





BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang Masalah
Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan kerja. Hubungan kerja adalah adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha/ perusahaan/ pemberi kerja yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja atau berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.
Oleh karena itu, hubungan kerja merupakan hubungan hukum antara pekerja dengan pemberi kerja yang terikat dengan adanya perjanjian kerja.
Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara perusahaan denga pekerja. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun itu.
Perjanjian kerja yaitu perjanjian antara pekerja dengan perusahaan yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak, perjanjian kerja bisa dibuat secara tertulis maka harus dibuat sesua peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu.
Landasan konstitusional yang mengatur ketenagakerjaan telah di tuangkan pada pembukan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, tertera dalam pasal 27 ayat (2) UUD  1945 yang menyatakan “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan peghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dialam perjanjian kerja di letakan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara perusahaan dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat itu.
1.2            Rumusan Masalah
1.     Apa yang di maksud dengan pe[rjanjian kerja?
2.     Apa ketentuan hukum perjanjian kerja?
3.     Apa saja yang menjadi unsur-unsur dalam suatu perjanjian kerja?
4.     Apa saja kewajiban pihak yang terlibat dalam suatu perjanjan kerja?



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut  Arbeidsoverenkoms, yang artinya perjanjian kerja. Kemudian dalam pasal 1601 a KUHPerdata secara khusu mengidentifikasikan mengenai perjanjian kerja. “perjanjian kerja adalah perjanjian dimana pihak yang satu si buruh mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
Dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003, menyatakan “perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Menurut pendapat para ahli:
Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah subjek hokum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hokum. Pasal 1313 KUHPerdata mengidentifikasian perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
A.Ridwanhalim, S.H dalam bukunya Sari Hukum Perburuhan Aktual, menyatakan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dan karyawan, yang umumnya berkenaan dengan persyaratan yang secara timbal balik harus di penuhi oleh kedua pihak.
Wiwihosoedjono, S.H dalam bukunya hokum perjanjian kerja, menyatakan bahwa pengertian perjanjian kerja ada;lah hubungan antara seorang yang bertindak sebagai perkerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan.
Dari pengetian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak, dimana hanya satu pihak yang memberikan perintah sedangkan pihak lain menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah sesuai dengan yang sudah di sepakati bersama. Kedudukan yang tidak sama ini disebut denga subordinasi.

2.2 Ketentuan Hukum perjanjian Kerja
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bias dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai aikbatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang  bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syara-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini uga tertuang dalam pasal 52 ayat 1 UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:
1.     Sepakat kedua belah pihak;
2.     Kemampuan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hokum;
3.     Adanya pekerja yang diperjanjikan;
4.     Pekerja yang di perjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam suatu perjanjian terdapat beberapa azas, yaitu:
a.     Azas kebebasan berkontrak atau open system (freedom of contract).
Azas utama dalam perjanjian adalah azas keterbukaan (open system),maksudnya adalah setiap orang bebas melakukan perjanjian apa saja
dengan siapa saja. Dalam perjanjian kerja azas kebebasan berkontrak maupun azas yang utama.


b.     Azas konsensual atau azas kekuasaan bersepakat
Maksud dari azas ini adalah bahwa perjanjian itu ada sejak tercapainya kata sepakat, antara pihak yang mengadakan perjanjian. Artinya yang paling utama adalah terpenuhinya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian.
c.      Azas kelengkapan atau optimal system
Maksud Azas ini adalah apabila para pihak yang mengadakan perjanjian, berkeinginan lain, mereka menyingkirkan pasal-pasal yang ada pada undang-undang. Akan tetapi jika secara tegas ditentukan di dalam suatu perjanjian, maka ketentuan pada undang-undanglah yang dinyatakan berlaku.

2.3 Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja
Berdasarkan penjelasan pengertian tentang perjanjian kerja yang dijelaskan sebelumnya dapat ditentukan unsur-unsur dari perjanjian kerja yaitu:
a.     Adanya unsur work atau pekerjaan.
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerja tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata pasal 1603 a yang berbunyi :
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya : hanya dengan seijin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan atau keahliannya,maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
b.     Adanya unsur perintah (Commend)
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan haruslah tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya. misalnya hubungan antara dokter dengan pasien, pengacara dan klien. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja, karena dokter dan pengacara tidak tunduk pada perintah pasien dan klien.
c.      Unsur waktu (Time)
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau perundang-undangan.


d.     Unsur upah (pay)
Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib dibayar oleh majikan untuk pekerjaan itu yang dilakukan oleh pekerja. Jika pekerja diharuskan memenuhi prestasinya melakukan pekerjaan di bawah perintah orang lain (majikan / pengusaha), maka pihak pemberi kerja wajib pula memenuhi prestasinya, berupa pembayaran atas upah. Upah merupakan hubungan kontraktual antara penerima kerja dan pemberi kerja. Pemberian majikan yang tidak wajib kepada pekerja tidak dikategorikan sebagai upah. Lazimnya pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemberian upah dalam bentuk barang. Hubungan antara pihak-pihak dalam ketenagakerjaan tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada para pihak (pekera dan perusahaan), apalagi dalam hal terjadinya permasalahan dalalm hubunga kerja. Tujuannya adalah untuk meciptakan keadilah social di bidang ketenagakerjaan. Karena dapat dipastikan pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai pihak yang lemah (homo homini lupus). Ata dasar inilah segalanya perlu dilibatkan dalam undang-undang yang berlaku pada saat ini.



2.4 Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003). Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu dalam proses pembuktian Dalam pasal 14 undang-undang No. 25 tahun 197 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat tertulis sekurang-kurangnya memuat:
a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamt pekerja/buruh;
c) Jabatan atau jenis pekerjaan;
d) Tempat Pekerjaan;
e) Besarnya Upah dan Cara Pembayarannya;
f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha
dan pekerja/buruh
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya melakukan perjanjian kerja;
h) Tempat, tanggal perjanjian kerja dibuat.
i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja berlangsung relative singkat. Dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.

2.5 Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kerja
Hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya merupakan suatu kebalikan, jika disatu pihak merupakan hak maka dipihak lain adalah sebuah kewajiban.


a. Kewajiban-kewajiban pihak pekerja/Buruh
Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur dalam pasal 1603, 1203 a, 1603 b, dan 1603 c KUHPerdata yang pada intinya dari kewajiban-kewajiban pihak pekerja, yaitu:
- Pekerja wajib melakukan pekerjaannya, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin majikan dapat diwakilkan. Hal ini mengingat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi sifatnya karena berkaitan dengan masalah keterampilan atau keahlian.
- Pekerja wajib menaati peraturan dan petunjuk majikan / pengusaha, aturan perusahaan sehingga menjadi lebih jelas.
- Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan /kelalaian maka sesuai dengan prinsip hukum wajib membayar ganti rugi. Ada Azas yang menyatakan perbuatan melanggar hukum dapat menimbulkan ganti rugi (Azas demnum in iura datum)
b. Kewajiban-kewajiban majikan / pengusaha
Berikut adalah kewajiban-kewajiban majikan/pengusaha, dalam hukum ketenagakerjaan :
- Kewajiban membayar upah.
Kewajiban yang utama adalah pembayaran upah sebagai akibat langsung pelaksanaan perjanjian oleh pekerja. Pembayaran upah hrus dilakukan tepat waktu. Pembayaran upah diatur pula jika si pekerja berhalangan karena alasan tertentu misalnya alasan sakit, menjalankan cuti, melakukan tugas negara dan lain sebagainya.
- Kewajiban untuk memberikan istirahat/cuti.
Pihak majikan atau pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat kepada pekerja. Seperti istirahat antara jam kerja selama 4 jam terus menerus dan waktu tersebut tidak termasuk jam kerja. Selain itu pengusaha juga berkewajiban untuk meberikan cuti tahunan kepada pekerja secara teratur. Hak atas cuti ini penting,
tujuannya untuk menghilangkan kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan gairah kerja akan tetap stabil. Cuti tahunan yang lamanya 12 hari kerja. Selain itu pekerja juga berhak atas cuti panjang selama 2 bulan setelah bekerja terus-menerus selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang No 13 Tahun 2003).
- Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan.
Majikan wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602x KUHPerdata). Dalam perkembangan hukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi pekerja yang tidak bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan bagi tenaga kerja yang sakit, kecelakaan, kematian telah dijamin melalui perlindungan Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja (Jamsostek).
- Kewajiban memberikan surat keterangan
Kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602 a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan/pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa kerja) surat keterngan itu juga diberikan meskipun inisiatif pemutusan hubungan kerja datangnya dari pihak pekerja surat keterangan tersebut sangat penting artinya sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga ia diperlakukan sesuai dengan pengalaman kerjanya.
- Kewajiban majikan untuk memberlakukan sama antara pekerja pria
dan pekerja wanita.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak, dimana dalam perjanjian kerja hanya satu yang memberikan perintah sedangkan pihak yang lain menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah.
Dalam hukum perjanjian kerja juga tidak boleh adanya suatu paksaan antara kedua belah pihak baik perusahaan/ yang memberi kerja dengan pekerja karena sudah diatur dalam tanda tangan perjanjian kerja.
Tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk syahnya suatu perjanjian menutur KUHPerdata nomor 1320:
1.     Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.     Kecapakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.     Suatu hal tertentu;
4.     Suatu sebab yang halal.
Dalam perjanjian kerja harus ada kewajiban yang harus dijalankan dari masinng-masing pihak yang terikat yaitu kewajiban antara pihak kerja san kewajiban majikan/penguasa/perusahaan.











DAFTAR PUSTAKA
1.     Wetboek, Bulgerik. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA https://www.academia.edu/35463914/MAKALAH_Hukum_Perjanjian.docx
6.     Abdulkadir, Muhammad. 1980. Hukum Perjanjian
7.     Djumadi, S.H., M. Hum.2004. Perjanjian Kerja
8.     Husni Lalu, S.H., Hum.2000. Perngantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
9.      Subekti R.1995. Aneka Perjanjian
10.                         Subekti R. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum


Tidak ada komentar:

Posting Komentar