Selasa, 01 April 2014

sahabat dan sebuah derita



“SAHABAT DAN SEBUAH CINTA”
                                                                               
Marsya menghampiri teman-temannya saat dia baru datang ke sekolah, “eh gue udah putus sama Ariz loh, dan gue sekarang seneng banget karena hidup gue udah ngga ada yang ngatur lagi” Marsya dengan bibir nyrocosnya dan muka gembiranya. “sumpeh lu Sya??” Jihan dan Nisa tertegun. Mereka adalah sahabat karib si Marsya. Si Jihan sendiri mempunyai tubuh yang agak pendek,  semog tapi putih mulus dan berparas cantik. Dan Nisa yang sering di panggil vello oleh teman kelasnya memiliki sikap tomboy. Emang si gue beda kelas sama Nisa dan gue satu kelas sama Jihan tetapi persahabatan kita tidak ada bedanya sama Jupe vs DP, hihi ngacir sedikit lah ya . “yakin lo putus beneran sama si Ariz, ntar nyesel loh “, jihan ngledek bernada ketus sambil meneruskan mengerjakan pr. “alah paling 1 atau 2 minggu lagi juga lo bakalan balikan lagi sama si doi.” Vello menyahut. Memang si doi yang mempunyai wajah tampan, idung mancung dan kulit putih, sayang ngga  tinggi tinggi amat, amad aja tinggi hehe.. banyak direbutin sama adik-adik kelas. Yang  bikin gue ngga tahan sama doi tuh karena sikapnya dia yang egonya tingkat kelas kakap vs teri walau tampang seperti Eza Geonino gue ngga ngaruh tuh. Gue si tenang-tenang aja, ngga mau buru-buru nyari gantinya, toh muka gue ngga jelek-jelek amat lah. Temen-temen gue aja pada nyangka kalo gue itu mirip Navaurbah, Asmiranda, Citra Kirana, Marshanda, bintang holliwood dan artis cantik lainya hihi sombong sedikit. Paras gue cantik, body slim, tinggi pula jadi jangan heran kalo cowok-cowok pada naksir gue.
*** )
Jam istirahat pun berbunyi, Marsya dan teman-teman kelasnya diantarannya Jihan,Nita,Ervin,Zubed berggegas meluncur ke kantin Bu Siti untuk melahap soto ditemani dengan segelas es teh manis. Kantin yang terletak tepat dibelakang kelas Marsya yang hanya berjarak 7 meter itu memiliki bangunan yang sempit dan memanjang. Namun selalu ramai oleh siswa-siswi. Jelas lah, skolah kan punya kantin satu.
Setelah semuanya mendapatkan seporsi mangkuk soto, mereka menyantapnya dengan lahap sembari menunggu es teh yang tengah dibuat oleh pak Siti. Bu Siti dan pak Siti memang sudah terkenal oleh siswa SMP ini karena tanpa mereka semua siswa khawatir terkenaa penyakit busung lapar. Hihhiihh.  Tiba-tiba salah satu dari teman Marsya memprofokatori pembicaraan sembari menghabiskan satu porsi yang telah Nita pesan. “eh liat deh didepan sana ada cowoknya Ervin tu, kayaknya bakal ada yang mau ketemu nii.” Serentak teman-teman yang lagi nikmat menyantap soto langsung tertawa meledak meledek Ervin. Zubed yang tertawanya sekeras kuda nyengir itu menganga lebar dan tak sengaja memuncratkan kobis olahan soto ke meja makannya. “jorok amat yah ni bocah.”
“ciiyyeee….ciye….” kegaduhan dikantin pun meledak oleh teman-teman Marsya. Marsya yang duduk Paling pojok hanya mampu melihat  kegaduhan teman-temannya sambil menyodorkan sesuap kuah soto kemulutnya walaupun sesekali melengos ke hidung karena tatapanya hanya keluar sana yang sedang menjadi pokok kegaduhan.
*** )
Tak hanya Jihan dan Vello, Marsya juga mempunya 2 sahabat yang sangat dekat denganya. Faza dan Huda. Mereka bertiga bersahabat sejak kelas 2 SMP. Malam itu Huda sms Marsya
Huda            :“malam Sya…” Huda dengan ucapan mesra.
Marsya        :“malam juga Huda” senang dan girang.
Huda            :“lagi ngapain Sya udah makan belon ni?”
Marsya menjawab :“belon hud”. Dan tiba-tiba aja Huda neyeleweng dari pembicaraan
Huda            :“eh Sya disini banyak nyamuk loh“ ngeledek.
Marsya menjawab singkat :“disini juga”.
Huda            :“tapi disini nyamuknya beda loh “ tambah ngeledek!
Marsya bingung :“beda gimana maksud lo?”
“Disini nyamuknya bisa ngomong, ngomong kalo Marsya tuh cantik, manis pula” si huda mencoba ngegombalin Marsya. Marsya sesaat ngfly,girang, senang, dan beranggapan bahwa perasaanya makin kuat bahwa sebenarnya dia memang masih menyimpan rasa kepada sahabatnnya dia sendiri. Dari kejadian itu dia terus melamun, tanpa menghiraukan sms lagi. Membayangkan apa yang terjadi setelah itu. Jelas lah ,doi yang punya postur tubuh tinggi,wajah tampan,idung mancung mirip lah sama Toe Ming Tse selalu mendebarkan hati Marsya. Marsya memang sudah menyimpan rasa itu sejak dia mengetahui kalo Huda itu sudah menjadi milik Ervin teman sekelasnya yang kalo setiap ke kantin hati ini terasa tak terima dengan ledekan teman-temannya yang terus mencemooh pasangan itu dengan kata-kata romantis. Jadi wajarlah bila setiap kekantin Marsya selalu tak ikut meledek pasangan yang dibencinnya itu. GALAU… itu semua terjadi karena Marsya kurang pede, ngerasa dirinya jelek tak pantas berdampingan dengan cowok tertampan nomor dua setelah tersingkirkan oleh mantan kekasihnya itu. Ariz lah yang menjadi cowok tertampan disekolahnya. jadi mundur aja deh,
     Tetapi entah kenapa kedekatan mereka kian hari kian merenggang. Tak lagi sms’an apa lagi telponan. Ngga tau sebabnya mungkin karena perasaan Marsya yang berharap lebih kepada Huda. Dan Marsya sendiri tidak mampu mengungkapkanya karena bagi dia mustahil untuk memiliki seorang Toe ming Tse walaupun KW. Hihi..
***)
Satu bulan pun terlewati, dan saat itu juga pengumuman kelulusan ujian SMP telah diumumkan. Marsya yang mendapatkan nilai pas-pasan itu masuk ke SMK yang terkenal di kotannya itu. Tetapi sebenarnya, tak ada niatan dihati Marsya untuk melanjutkan di SMK , hatinya dominan ingin masuk ke SMA, toh itu semua keinginan ibunya, jadi dengan hati terpaksa ia menjalaninnya sampai kelas dua sekarang ini. Banyak perubahan selama Marsya sekolah disana, lebih mandiri tentunnya dan lebih jail dibandingkan dengan SMP “hihii.” Dua tahun sudah lamanya Marsya menancapkan kehidupan sehari-harinnya mendapatkan ilmu dan berbagai pengalaman ditempat ini. Anggi, Rika, Yuli adalah teman terdekat Marsya disekolah. Namun teman bermain Marsya ialah Anggi. Dan Vello yang dari SMP sudah menjadi sahabat karibnnya Marsya. Jika Marsya lagi sedih,galau dan banyak masalah sering sekali dia memuntahkannya di rumah Anggi. Lalu bermain bersama tanpa mengenal waktu. Dulu saja, saat keduannya masih tinggal di kelas paling bawah, kelas sepuluh. Tanpa merasakan apa itu namannya lelah, pulang ekstra pramuka langsung de ngacir kesana kemari.
“Sya, kita mau kemana nihh” menarik gas motor berkecepatan 45km menggonceng satu penumpang dibelakang berpakaian kaos biasa berwarna merah hati dan jeans biru dengan helm yang menyangkut dikepalannya berwarna merah tua singkron dengan maju yang dikenakannya. Anggi yang menjadi supir Marsya mmenghentikan motor setelah mendapat instruksi dari Marsya untuk berhenti di Taman Kota. Tanpa diperintah, keduannya langsung meloncat dari motor dan melangkahkan kaki masuk ke taman didahului oleh seorang yang memakai pakaian simple berbaju coklat dan jeans item. Anggi sambil menyingrai menunggu Marsya yang leletnya minta ampun, pake acara dandan dispion segala pula. Eum.
Anggi           :”sya, laper niihhh. Bawa uang ngga?” duduk bersebelahan memonyongkan bibirnya kedepan Marsya.
Marsya        :”gue ngga bawa nihh. Sambol merogoh-rogoh kantong celanannya. “eh gue bawa nii. Tapi Cuma dua ribu gimana? Gue juga laper keles..  terus gimana dong?” menyeringai. Mengerutkan alis.
Anggi           :”yahh… gimana ya? Dua ribu buat beli apaan coba? Belom parkirnya. Iya kan?” bersungut-sungut mengetuk kepala dengan jari telunjuknya. Berpura-pura berpikir.
Marsya        :”gimana kalo kita muter-muter aja nggi. Siapa tau kita ketemu sama teman kita. Langsung deh kita palak orangnya.” Nyengir, sok pinter.
Anggi           :” tumben lo mikir sya. Ayuhh capcuussss.” Menyikut pundak Marsya dan bergegas berdiri. Marsya yang ikut berdiri sambil memasang wajah yang bersungut-sungut.
Menggandeng tamngan Marsya, melompati pager taman. Namun kedua bocah itu tak langsung pergi dari tempat. Keduannya menoleh ke kanan kiri memastikan tak terlihat oleh tukang parkir barulah dia menancapkan gas kabur dari kejaran tukang parkir.
Pernah keduanya pergi ke pasar dan entah apa tujuan mereka kesana yang pasti tidak berniatan untuk membeli sesuatu. Keduanya jarang membawa uang jika berpergian. Jangankan membawanya, mempunyai uang pun tidak. Asalkan ada bensin semuanya beres. “nyengir.”
Setelah Anggi dan Marsya puas berjalan-jalan menaik turunkan lif, maka setelahnya keduannya pun langsung menuju tempat parkir. “eh sya, lo bawa uang kagak? Tuh ada tukang parkir!” sambil merogoh-rogoh celana jeansnya lalu mengambil helm didalam jok motor. “lah apa lagi gue. Gue ngga bawa ni nggi, coba cari di jok mbok ada uang seribu apa berapa.” Marsya yang ikut merogoh-rogoh saku jeansnya, setelahnya ikut mengambil helm di jok dan memasangaknya ke kepalanya lalu mengikuti Anggi.
Keduanya pun sibuk mengorek-ngorek jok motor yang ternyata setelah pencariannya,  hanya ada uang lima ratus perak didalamnya. Padahal tarif parkir pasar Kebumen itu sebesar seribu rupiah. Kedua anak itu pun saling berpandangan dengan membukakan sedikit mulut mereka dan berkata “hahh!” serentak tertawa bersama-sama. Karena merasa keduanya tengah diperhatikan oleh orang-orang yang mondar-mandir keluar masuk pasar, maka keduanya menutup wajahnya dengan telapak tangan tanpa mengentikan tawa kudanya. Memang sesaat Anggi dan Marsya bingung. Namun tak ada jalan lain selain menipu penjaga parkir. Dengan membungkus uang lima ratus perak itu di kertas karcis, lalu melipatnya rapat-rapat, kedua bocah itu menancapkan motor matiknya dan telah merencanakan sesuatu. “siap?” menoleh Marsya yang tengah duduk diblakang Anggi yang telah siap sejak tadi. Saat tengah menyerahkan kertas karcis ke penjaga parkir, Marsya memberi kode ke Anggi . “ayuhh cepat!!” mendorong pundak Anggi. Anggi yang telah diberi kode menancapkan gas sekencang mungkin dan yeahhh. “LOLOS” keduanya telah lolos dari penjaga parkir itu walau saat Marsya membalikan wajah ke orang jaga itu, peluit dengan kerasnya mencoba menghentikan laju mereka. Maka keduanya tertawa terbahak-bahak di tengah ramainya jalan kota.
***)
   Dan dua tahun sudah Marsya memliliki teman yang sama sejak kelas satunnya, Marsya ngejomblo. Kadang terbesit dipikiran Marsya untuk memiliki pengganti Ariz dan melupakan harapan untuk bersama Huda.
Namun tidak pada malam itu. Di tengah kesibukanya menjalanka tugas sekolah, tiba-tiba saja ponsel Marsya bordering. “Tilulit… tilulit… “ deringan itu pun tiba-tiba terhenti saat Marsya baru akan mengangkatnya. Dan dibukanya ponsel Marsya. Ternyata itu adalah panggilan dari Huda. Nomor yang dari dulu terpampang nganggur di hape Marsya dan sekarang muncul lagi diposisi teratas deretan panggilan tak terjawab. Hihii.. tanpa banyak pikir, Marsya langsung mengirimkan satu pesan untuknya. Yang berisi “???” hehhee… maka, tak lama kemudian Huda membalas dengan kalimat yang tak pernah dibayangkan oleh otak pikiran Marsya sebeumnya.
Huda            :”sya ini aku Huda, aku ma terus terang sama kamu, sebenarnya selama ini aku menyimpan rasa ke kamu, dan selama ini juga aku tak bisa memalingkan hati kepada sosok yang lain. Aku baru bialng sekarang karena gue rasa ini waktu yang tepat sebelum kamu dimiliki lagi oleh orang lain. Dulu aja, gue minder mau ngungkapin perasaan ini ke lo. Karena gue pikir lo ngga bakal mau berdampingan sama gue. Semoga lo bisa nerima gue dengan apa adanya. Thank.
          Terisak sudah perasaan Marsya membaca satu pesan yang tengah membuatnya menahan tangis bahagia. Entah semalem apa yang dia impikan, yang jelas Marsya bermimpi sedang mencuri es krim bersama Anggi di took swalayan, kok ngga ada kucing ngga ada anjing tiba-tiba ia mendapatkan duren runtuh gitu ya? Hatinya pun bertanya-tanya. Ahh.. tinggalkan saja lamunan itu, yang harus Marsya perbuat sekarang adalah menjawab pesan dari cowok idamanya selama ini. Namun kebingungan melanda Marsya. Apa yang harus ia katakana? “iya” atau “tidak”. Tanpa berpikir panjang, dijawabnya sms dari Huda itu dengan kalimat panjang yang intinya “tidak sebelum doi menemuinya dan mengatakanya secara jantan di tatapan Marsya”.
***)
“tunggu aku sya!!” suara tersendat-sendat yang berasal dari tepian pantai jauh dengan Marsya itu berlarian kecil mendekati Marsya. “hahaha gitu aja kalah” Marsya tertawa meledek sambil merebahkan tubuhnya duduk diatas pasir, menatap sunset ditepian pantai. Sesekali memandangi cowok disebelahnya yang tengah mengelap cucuran keringatnya. Yahh cowok itu Huda. Semuanya berjalan lancar setelah doi menembaknya beberapa hari kemudian. Sampai sekarang, dua bulan lebih mereka menjalani hubungan tak beda jauh dengan hubungan mereka ketika bersahabat. Yang membedakan hanyalah panggilan “sayang” . cyeeillahh.
“woyy hud! Liat sini dong!” seketika terdengar suara keras cowo memanggil cowok disebelahnya. Diliriknya cowok itu oleh Huda. Membuat Marsya mau tak mau harus Melihatnya. “ apaan sih loh panggil-panggil Huda!” brisik tau!” Marsya menggerutu sambil menyiram Zaki menggunakan pasir kering yang sesekali malah bertaburan ke arah Marsya. Huda hanya menyengir melihat kedua mahluk itu terus bertengkar.Zaki mendekati Marsya dan Huda. Mereka bertiga duduk bersama menunggu sunset datang merambah pantai, lalu tenggelam disantap air pantai.  Sungguh romantic melihat sunset bersama kedua sahabat yang satu diantaranya adalah kekasih Marsya sendiri.
          Malam pun berganti.
 Seiring berlarinya waktu keduanya pun tak bisa di pungkiri dari kecemburuan. Pernah waktu itu, saking dekatnya dengan Anggi sahabat Marsya, Huda tak mempedulikan Masya lagi disampingnya. Waktu itu Anggi, Marsya, Nisa , Huda tengah makan bersama di sebuah cafĂ©. Awalnya si emang fine-fine aja. Tapi tidak waktu saat keempat bocah itu menyantap makan, menyeruput jus. “eh nggi, tau ngga? Bla blab bla” . Anggi dan Huda nyerocos begitu asyiknya entah apa yang tengah mereka bahas, mungkin mbahas mengapa ayam punya kaki? Hahaa. Saking asyiknya sampai-sampai Marsya tak di ajak nyerocos. Didiamkannya wanita cantik yang juga menyandang status sebagai kekasih hatinya. Oke.. Marsya trima aja toh mereka kan hanya sebatas teman yang baru kenal, maklum lah masih seneng-senengnya ngegosip. Hee.. saat semuanya sudah habis dimakan perut, diliriknya sebuah lukisan didinding oleh Huda. Marsya yang melihat dari kejauhan membereskan mulutnya yang kocar-kacir penuh dengan minyak sambil mengambil tisu didepanya. Kebetulan Anggi lewat didepan huda . berjongkok setengah berdiri sambil menirukan apa yang telah terkukis didinding itu. Seolah-oleh sedang membawa setangkai bunga mawar lalu menyerahkannya kedepan Anggi. Oh my god… hati Marsya tercabik-cabik melihat kejadian dengan durasi tak ada 1 menit itu. Pura-pura tidak melihat itulah yang dilakukan Marsya saat keduanya berjalan berbalik mendekati Marsya dan Nisa.
          ***)
          Tak berjalan lama. Semuanya tak berjalan lama. Setelah keduanya dimabok cinta, Marsya yang terus disuport olehnya, menjadikan hidupnya lebih berwarna, menjadikan motivator sejati untuk Marsya. Namun semua keadaan itu berubah ketika keduanya berpikir rasional bahwa hubungan mereka tak ada manfaatnya untuk sekarang dan selanjutnya. Merubah pemahaman mereka , merubah pemikiran yang memacu masa depan.
Hening.. sunyi.. hanya lagu ini yang dapat menemani kedua sepasang insan  yang tengah memikirkan masalah tersebut. Duduk berdampingan, menghayati apa yang tengah dirasakannya. Sesekali Marsya terisak oleh kedua air matanya yang hendak jatuh membasahi pipi. Karena sebelumnya Huda telah berkata kepadanya “lebih baik kita akhiri saja hubungan ini sya, gue mau ngejar cita-cita gue dulu. Dan aku akan menjemputmu kembali kelak saat gue udah sukses. Jaga dirimu baik-baik yah”.  Mengingat kembali apa yang tengah dikatakan oleh kekasihnya itu semenit yang lalu. Mengingat kembali tangan usil Huda yang setiap kali mereka ketemu selalu usil merambah poni rambut Marsya. Ahh terlalu indah unruk diceritakan. Akhirnya Huda  Mengatakan bahwa dirinya memutuskan hubungan percintaan demi masa depan yang lebih baik. Marsya hanya terdiam.
Setelah keduanya sepakat untuk menjalani hidup masing-masing dan mengucapkan bahwa keduanya tak mau berpacaran lagi dengan orang lain. Maka masa depanlah yang akan menuntun mereka bersatu kembali kelak. Air mata terus mengaliri pipi mereka.
          ***)
          “Trtreedd…. Treeddd…”   berkali-kali ponsel milik Marsya bergetar. Namun tak membuat pemiliknya menoleh, apa lagi memegangnya lalu membacanya. Ponselnya di diamkan begitu saja disamping laptop yang tengah menerangi wajah cantiknya. Mengenakan baju tidur berwarna kuniing, membiarkan rambut panjang sebahunya itu tergerai di pundak, duduk dengan berpangkuan boneka bear berwana kuning lucu. Lalu meneruskan jemari tanganya bergoyang diatas keyboard.
Tak peduli siapa yang menghubunginya berkali-kali dan yang ia kira bukan Huda pastinya.
Setelah perjanjian malam itu, keduanya tak ada lagi kontak. Keduanya terlalu menikmati kehidupanya masing-masing. Marsya yang semula tak sibuk-sibuk amat, amad aja ngga sibuk… hee sekarang berubah menjadi super sibuk. Mengikuti talenta model, ikut berbaur dalam acara sekolah, mengerjakan tugas-tugas sekolah sampai pada saatnya dirinya merasakan lelah yang amat lelah. Namun perasaanya mengingatkan bahwa dirinya harus tegar. Toh saat ini tak ada lagi yang menjadi tempat curhatnya. Semuanya tak menjadikan dirinya galau. Masih sama seperti biasanya, dirinya selalu usil dengan temanya. Wujud itu sebagai pelampiasanya agar lebih mudah melupakan kenangan-kenangan yang terlalu indah. Cyeillah..
          ***)
          Mendengkur, memonyongkan mulutnya sambil tiduran diatas meja. “sya ayuh main kek, kemana! Bosen nii butuh refreshing. Yuli berkata ketus. Kebetulan hari itu Marsya duduk satu bangku dengan Yuli. Marsya yang sedang memainkan keypad hapenya seketika tak menghiraukan apa yang Yuli bicarakan tadi. Hanya menjawab “haah?” . serentak Yuli yang sebal atas jawaban Marsya menimpuk Marsya yang duduk disampingnya dengan tangan kasar sambil sesekali mendengus. “gllubrak…!!!” suara kambing jatuh, eh salah itu suara Marsya yang jatuh dari kursinya. Jelas lah, Marsya yang duduk dengan kedua kaki diangkat diatas kursi dengan khas ngangkangnya itu langsung berciuman dengan lantai kelas, semuanya mentertawakanya. “hahaha”. Mendengus, dengan bibir monyong, mengankat kembali tubuhnya yang terjatuh. Menatap dalam-dalam Yuli yang tengah puas dengan kejailanya itu. Tertawa kuda.
          Maka, berangkatlah ke empat anak tersebut menuju supermarket yang tak jauh dari sekolahnya. Berjarak kurang lebih 300 meter. Tak tau apa tujuan mereka yang pasti mereka tak akan beli apa-apa, seperti yang sudah-sudah mereka lakukan. “hanya melihat-lihat. Yaa…”. Cuci mata. Yuli yang setiap harinya menggunakan bus dibonceng Marsya yang memakai motor. Anggi yang trauma memakai motor karena kejadian beberapa bulan lalu dirinya mencium aspal ditemani dengan ibu-ibu setengah gila sekarang tiap ke sekolah memakai sepeda ontelnya. Rika dengan motor khas matik warna birunya menancapkan gas mendahului Anggi yang tergopoh-gopoh menduduki sedelnya.
..Yeahh..
 setelah semuanya berjalan bersama seperti halnya anak pramuka yang sedang baris-berbaris, ke empat bocah tersebut berebutan memasuki pintu utama untuk berdiri sejenak, eh beberapa detik lah buat ngadem sebentar katanya. “dasar anak ndeso”. Setelah ke empat ekor mulai beranjak pergi dari AC yang terpasang dipintu utama, lantas hal berikutnya yang aka mereka kerjakan adalah melihat-lihat. Yeahh hal itulah yang menjadi adat mereka saat berkunjung di took-toko swalayan.
          “oh iyya kita kan belum sholat ya?” melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya sambil sesekali melirik Marsya, Yuli dan Rika yang tengah asik melihat-lihat boneka beruang. “hanya melihat-lihat.” Ketiganya tak mempedulikan orang disampingnya yang sedang mengecoh.
          Lantas Marsya yang celingak-celinguk menatap Yuli lalu menggandengnya menuju mushola. “tunggu beroo!!” lari  tergopoh-gopoh tanpa memperhatikan sekelilingnya. Menggandeng tangan Rika yang tadinya enggan meninggalkan tempat para boneka-boneka lucu.
Ke empat bocah tadi lantas mengambil air wudhu bersam-sama. “ehh gue pake mukenah yang ini dong!” sambil menarik-narik mukenah yang tengah dipake Marsya. “apaan si yul! itu kan masih ada!” menunjuk sebuah tempat kecil yang berisi beberapa mukenah dengan wajah ketusnya. “yahh gue kan pendek sya, gue mau pake mukenah lu aja, biar engga lepas nantinya”. Yuli dengan muka memelas. Memang diantara ke empat bocah itu Yuli lah yang mempunyai tinggi paling pendek, dan Marsya lah yang mempunyai tubuh tinggi semampai. Rika dan Anggi sendiri sedeng-sedeng aja tuh tingginya.
Sholat pun dimulai. Akhirnya Marsya mengalah, dan memakai mukenah terusan yang entah bau keringat apa. “hii jorok”. Yeahh karena tak ada pilihan lain semuanya memakai mukenah terusan. kejadian itu pun terjadi. Saat ke empat bocah tersebut berjejer rapi dengan saf yang paling depan, meakukan 4 raka’at shalat dengan khusuk’nya. Anggi yang habis bangun dari sujudnya seketika tertawa sendirian disaat yang lain tengah menyelesaikan empat raka’at nya. Dalam hati, Marsya bertanya “ nih bocah kenapa ya ketawa sendiri? Emang ada yang lucu?” sepontan dirinya langsung melirik kea ah sumber suara. Hanya melirik. Sambil menyelesaikan raka’at terahir, Marsya menahan ketawa setelah melihat Anggi yang ternyata mukenahnya lepas dari kepala. Dalam hatinya berkata “tahan Sya! Tahan! “. Entah apa yang orang lain pikirkan di belakang ke empat bocah itu. Yui dan Rika pun ikut menahan tawa sembari melanjutkan raka’at terakhirnya. Marsya yang tengah mengucapkan salam setelahnya langsung menutupi mukanya dengan kedua telapak tangan yang terbungkus mukenah. Seperti orang sedang berdoa namun dirinya sedang meluapkan tertawanya. “hahaa” tertawa pun meledak saat Rika mengakhiri sholatnya dengan ucapan salam. Yuli yang tengah berdoa serentak menampar betis Anggi yang sembari tadi tak berhenti ngakak kuda. “eh nggi kamu malu-malu’in tau. Buruan lanjutin shalatnya!” sambil tertawa, Marysa melepas mukenah yang di kenakanya. Dengan melotot, Marysa juga menyuruh Anggi untuk melanjutkan shalatnya.
          ***)
          Terlihat wajah wanita paruhbaya yang tengah membiarkan tubuhnya terbaring diatas sofa panjang berwarna hijau. Terbatas oleh sebuah meja, Marsya yang tengah menyelesaikan tugas sekolah dengan wajah tertekuk. Kebetulan hari itu terik matahari sedang semangatnya menancapkan sinar panasnya ke bumi jadi Marsya agak kepanasan saat itu. Tapi disisi lain sinar itu sangat membantu para penjemur padi yang tercecer di setiap pelataran rumah.
Dengan mata yang terus dihadapkan oleh sebuah ponsel kecil, ibu Marsya seakan enggan memperhatikan anaknya yang berada tepat di depanya. Sesaat setelah itu ibu Marsya meletakan ponselnya lalu menyatukan tangannya dan membiarkann kelapanya mengapit kedua tanganya sambil sesekali memejamkan mata. Marsya yang dari tadi garuk-garuk badan mulai bertanya “mah, ni badanku si kenapa yah, kok pada bentol-bentol merah gini. Mah ayuh kita berobat.” sambil menggaruk-garuk punggungnya dengan memonyongkan bibir. Serentak ibu  Marsya langsung melek. Yeahh …hanya membukakan matanya lalu memejamkan kembali setelah melihat bocah didepanya. Tak tau pikiran apa yang tengan membayangi otak ibu Marsya sampai-sampai omongan Marsya pun tak didengar. Tak bersuara lagi bocah itu langsung meninggalkan ruangan itu lalu membiarkan bantalnya basah oleh air matanya. Cengeng banget yahh Marsya hihi..
          ***)
          “aku ngga pernah macem-macem kerja di desa! Aku ngga pernah ada niatan buat selingkuh!” dibantingnya wajan penggorengan dan mematikan kompor gas lalu berjalan menuju kamar Marsya. “lah itu buktinya! Kau kontakan dengan kepala desa kan mah!” Ayah Marsya dengan nada ketusnya mengikuti ibu Marsya. Marsya sendiri tengah menyapu seluruh ruangan rumah. Dengan bergelimpangan air mata, Marsya mencoba untuk tegar dihadapan ayahnya yang tengah naik darah itu . dan membiarkan ibunya untuk menenangkan diri di dalam kamar Marsya.
 Saat itu juga waktu untuk Marsya beserta orang tuanya untuk pergi ke sekolah mengambil rapor semester satu. Setelah semua ruangan itu bersih dari debu, dan saat ibu Marsya juga telah pulih dari tangisanya, Marsya mencoba untuk mendekati ibunya. Dengan basa-basi Marsya bertanya “mah, mau ambil raport kapan?” mendekati ibunya yang tengah duduk di meja makan. Dengan raut muka yang sedikit agak kebingungan sembari menatap wajah Marsya seakan-akan tak pernah ketemu dengan anak itu, ibu Marsya pun menjawab “raport apa? Emang sekarang kamu kelas berapa kok ambil raport segala?” . deg… hati anak itu pun langsung mendidih, terasa panas dan sangat terisak. Apa yang terjadi? Apa yang tengah ibuku pikirkan sehingga lupa untuk mengambil raportku? Padahal sebelum kejadian tadi aku kan udah bilang sama ibu (kalau aku rangking 10 besar aku minta di beliin perhiasan) ya Alloh apa yang sedang terjadi dengan ibuku?”
Ting tong ting tong… lamunan Marsya mendadak terhenti setelah terdengar suara bell meraung di depan rumah tanda ada orang di luar sana.


         


          

Kamis, 27 Februari 2014

cerittaa :D



“ABU-ABU KEHIDUPAN”
Satu
Terdengar suara motor berhenti di samping rumah.
Mama   : “sya, baru pulang?”
Marsya : dengan muka lesu. “ iya mah”.
Obrolan pun terhenti saat Marsya menutup pintu kamar denga kerasnya. Entah apa yang sedang dipikirkan, semua itu membuatnya merasa emosi. Karena sangat lapar,Marsya pun beranjak dari kamar dan langsung beralih ke meja makan. Saat matanya melihat di meja makan tidak ada satu pun lauk, yang ada hanya ceceran sambal bekas sarapan pagi, saat itu pun Marsya kembali meneteskan air mata yang sebelumnya telah mengalir deras saat dia di sekolah. Memang hatinya sedang dihantui dengan rasa kesedihan. Semua rasa itu dia simpan dalam-dalam didepan sang mama. Memang mama Marsya selain masih muda, juga tak kalah cantiknya dengan Marsya anaknya. Mamanya juga sering smsan sama pacarnya Marsya yaitu Huda. Namun Marsya tidak suka dengan situasi ini. Keadaan di keluarga ini terasa hampa.Ayah Marsya kerja keras banting tulang di Jakarta, Mamanya sibuk dengan hpnya, entah apa dan siapa yang berhubngan dengan mamanya itu. Kakaknya pun engga care sama Marsya, membuatnya tidak pernah ada komunikasi dengan kakaknya. Adiknya cowok yang masih kelas 4 SD yang lagi nakal-nakalnya tiap harinya hanya bermain terus membuatnya tidak peka terhadapnya. Semua ini terjadi setiap harinya di keluarga ini.
***
                Hari demi hari telah dilewati oleh keluarga ini, semuanya sama, tak ada yang berbeda. Hanya hubungan Marsya dengan pacarnya yaitu Huda yang berbeda. Mereka sekarang sudah putus karena keduanya saling bertekad untuk mengejar cita-cita dulu. Dan memikirkan hal yang sama yaitu “pacaran itu ada waktunya tersendiri yaitu kelak setelah kita sukses”. Walaupun mereka masih saling suka tetapi tekad itulah yang membuatnya terpisah jauh. Satu minggu sudah mereka menikmati dunianya masing-masing. Cobaan pun siap menghadang Marsya. Berpuluh-puluh cowok mendekati Marsya sampai Marsya pun keteteran menghadapinya. Marsya mencoba untuk menghadapi satu-satu. Dan ada satu cowok yang ngeyel banget kalau dibilangin. Yaitu Reza. Karena saking penasaranya, Marsya pun menemui Reza. Setelah doi dihadapan Marsya, Marsya pun terkaget-kaget dan dalam hati ia berbicara “ wahhhh manis banget niiihh anak “ tapi Marsya sok jaim di depanya. Hihii..
                Disekolah Marsya adalah sesosok prempuan yang ceria, jail dan ngeselin. Semua teman-temanya pernah dibuli olehnya. Namun dibalik keceriaanya itu terpendam kesedihan yang amat mendalam.
Anggi     :”Sya, beliin jajan dong! Gue laper niihh.”
Marsya :menjitak kepala Anggi teman sekelasnya.”gue juga ngga punya uang kelesss! eh mending kita malak aja yuh.”
Anggi     :”ayuhhh!” tapi kita mau malak sama siapa nihh, mesti pada pelit-pelit dehh, kan kamu tau sendiri kelas kita kere-kere semua.”
Marsya :”emm iya ya... Nah gue punya ide niihh, kita minta aja ke Veni. Kalo dia ngga mau kita ancem aja dia kan foto dia yang lagi nyengir monyet itu ada di hape gue, nanti kalau dia ngga mau ngasih, kita upload deh fotonya di fb gimana?”
Anggi     :”ide bagus tuhhh,Yuhh kita palak.”
Kegaduhan kelas pun terjadi saat pelajaran kosong. Marsya dan Anggi merayu Veni untuk menyerahkan uangnya, sementara grombolan lain ada yang nyanyi-nyanyi sambil banting-banting meja, ada yang ngaca, foto-foto narsis, ada yang baca novel, tidur,  yang ngelamun pun juga ada. Itulah bentuk pelampiasan Marsya untuk Melampiaskan rasa kesedihanya.  
Waktu pun berlalu.
                Marsya pun telah dekat dengan Reza. Satu minggu mereka BBMan sampai tak kenal waktu. Tapi ngga pada hari itu, hari dimana Marsya merasakan sakit hati yang sebelumnya telah terkubur setelah kejadian dimana mama Marsya pernah mengalami amnesia. Dan sekarang rasa sakit itu tumbuh lagi. Di antara ribuan debu yang di semburkan oleh gunung Kelud dan diantara kendaraaan yang sedang dibersihkan oleh tukang cuci motor di situlah Marsya merasakan kegundahan.
Mama   :“sya, mama mau pergi kedepan tempat cuci motor, kayaknya ada toko buah tuh. Mama mau        beli alpukat, kamu disini aja ya!”
Marsya :” iya ma.” Sambil BBMan tanpa menoleh ke arah mamanya berbicara.
Marsya pun jenuh dengan keadaan disekeliingnya, yang dilihat hanya para cowok-cowok muda yang tengah sibuk membersihkan motor Marsya dan mamanya. Karena rasa bosan itu, Marsya pun melangkahkan kaki untuk menyusul mamanya yang tengah memilah-milah buah alpukat.
Dan tak pernah disangka, di depan mata Marsya lah semua rasa penasaran yang selama ini dirasakan Marsya terjawab. Mata yang tajam dan membelalak, itulah yang dilakukan Marsya untuk mengungkapkan rasa amarahnya. Marsya semakin membelalak melangkahkan kakinya mendekati dua orang yang sedang memilah-milah alpukat. Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mana perempuan itu sendiri adalah mamanya Marsya. Dan seorang laki-laki tak tau dari mana asalnya yang membuat hati Marsya geram. Tiba-tiba laki-laki itu memulai percakapan dengan Marsya, mengajak berjabat tangan. “siapa namamu dek?” dengan menebarkan senyum. Marsya menjawab singkat “ Marsya”.
Rasanya lidah ini tak mau menjawab atas semua pertanyaan yang dilontarkan oleh pria itu. Dan mata yang semakin memerah dan tak kuasa untuk menumpahkan air matanya yang sudah ditahannya itu . marsya pun langsung meninggalkan toko buah itu dan kembali ke tempat duduk cucian motor. Di situ Marsya tidak bias menahan air matanya dan tumpahlah sudah. Hatinya pun bertanya tanya . “siapakah laki-laki itu?”. Kenapa mama tega berbuat itu?” . “kepada siapa aku harus bersandar?” ayah!!! Aku sayang kamu!”. Cepat pulang Ayah!”. Tiba-tiba suara kaki pun terdengar oleh telinga marsya dan suara itu yang membuat tangisannya berhenti.
Marsya :”siapa laki-laki tadi ma?” dengan nada cueknya.
Mama   :”temen mama waktu sma.”
Marsya :”ngapain dia kesini ma?”
Mama   :”dengan  senyuman. “Cuma ketemu”
Ingin rasanya Marsya memeluk Ayah dan menceritakan semuanya yang terjadi. Namun sikap kedewasaanya Marsya yang membuatnya tak berani menceritakan semua.
                Sorenya, Marsya yang mempunyai talenta model itu diajak hunting oleh beberapa fotografer. Karena Marsya yang lagi badmood Marsya pun menolaknya. Tetapi alhasil, karena keadaan yang sangat mendesak itu akhirnya Marsya memutuskan untuk ikut. Kegiatan pun berjalan dengan lancar walau hati yang sedikit agak tertekan.
***
                Makin bertambah hari hati Marsya semakin terpuruk. Tak ada tempat curhat, tak ada tempat senderan. Mengenai Reza, doi yang lebih muda dari Marsya membuat Marsya tidak betah lama dengannya. Malah Reza lah yang membuat hari-harinya semakin runyam karena sifat kekanak-kanakanya. Tapi inilah kenyataanya, mama Marsya yang tak peduli sama Marsya, teman yang tak peka sama Marsya, dan keluarga yang hanya itu-itu membuat hari-harinya dipenuhi dengan air mata.
                Hanya Marsya yang merasakannya , dan hanya Marsya yang mengetahui semuanya.
Kehidupan ini sungguh tak adil baginya.
Dua
Suara kaleng bekas menambah keramaian kelas, diiringi tepuk tangan meriah teman-teman Marsya. Marsya sendiri tengah berada di depan kelas bersama para teman yang dipanggil oleh pak guru dan 2 juri dalam kontes membuat tulisan terbaik. Ya, 18 siswa dipanggil satu persatu untuk mendapatkan sebuah novel sebagai penghargaan karena sudah membuat tulisan. Satu dua tiga orang telah dipanggil, sampai urutan yang ke enambelas dan semua memasang muka bangga. Dua orang salah satunya Marsya tidak terdaftar untuk mendapatkan novel, namun keduanya melangkah pasti maju dua langkah mengikuti instruksi dari dua juri membelakangi teman-temannya. Sebuah kejutan untuk Marsya karena tak menyadarinya dialah juara pertama dalam lomba itu. Lomba yang diadakan hanya untuk kelas perkantoran bertemakan makanan ternyata membawa keberuntungan untuk Marsya. “Tertawa melengking”  yeaahhh! Tertawa khasnya itu membuat teman sekelasnya ikut tertawa. wajah manisnya yang ditutup oleh ujung jilbab dengan tangan yang menyagaknnya, itulah yang diperbuat Marsya saat akan menerima satu bingkis hadiah pemberian juri.  Karena tubuhnya yang tinggi semampai, tak heran bila teman yang berada dibelakangnya tertutupi dengan adanya giting berdiri itu. Alisnya tebal, mendadak melengkung karena terangkat oleh pipi  agak chubby yang menambah kesan kegembiraan.
  “kecantikannya terlihat saat doi tidak memakai seragam sekolah. Dan kesederhanaannya terlihat saat dia sendiri mengenakan putih abu-abunya.”
Itulah yang diucapkan oleh teman sekelasnnya. Tak tau dan masih tergambar tanda tanya besar di pikiran Marsya. Apa yang membuat diri nya menjadi juara satu dan itu semua pasti kebetulan, karena dirinya menganggap dirinya tak punya keampuan untuk menulis. Bangga atas yang diperolenya itu yang tengah dirasakan Marsya. Kegaduhan kelas pun semakin menyengat saat pak guru dan dua juri pergi meninggalkan kelas.
Terburu-buru meletakan bingkisan hadiah sembari merapikan kerudung acak-acakan yang dikenakanya. Jujur Marsya disekolah tidak pernah berpenampilan menarik, dan terlihat seperti anak kecil yang tak pernah menyetrika baju putih abu-abunya. Berjilbab tanpa memandang cermin, seakan-akan menjadi siswa berpenyakin busung lapar. *upzzz.
 Tangan yang seakan tidak ada dosanya itu pun merampas bingkisan hadiah didepan Marsya. Serentak semua teman-teman Marsya menggerubung bak tawon mendapatkan setetes madu. “eh Marsya dapet apa tuhh??” seperti halnya kicauan burung beo yang tengah menyerocos berbincang-bincang berkerubungan berebutan satu biji nasi padang. Tangan yang terpanjang yang berhasil merampas miliknya itu langsung menghidari kucauan burung beo.
”dadahh gue mau nglanjutin piket gue dulu”
sambil merangkul hadiah di lipatan tangannya,mempraktekan lari kudanya dan senyum manisnnya Marsya pun berlarian meninggalkan kelas karena dia tau teman-temannya akan menceburkannya di kolam ikan  didepan kelas.
                Bel tanda pulang sekolah berbunyi, Marsya pun bergegas merapikan semua berkas-berkas fotocopy an yang belum ter-copy  di tumpukan map. Terburu-buru meminta ijin pulang kepada petugas piket, untung saja dirinya diperbolehkan pulang. Karena acara dirumah menunggu dirinya untuk segera datang, Marsya tak menghiraukan lemahnya kondisinya saat itu, tenaganya terkuras untuk mengerjakan piket melayani fotocpy-an. Sambil menggendong tasnnya, Marsya pun melangkah menuju tempat parkir. Tanpa menghiraukan disekelilingnya banyak teman yang sedang berlomba-lomba menabung menyerahkan uang jajannya ke tukang batagor dan es burjo, Marsya langsung menyelengos menyetater motornya. “teman-teman gue duluan ya!” mengangkat kaki kirinya ke bancikan motor dan gas poll!!
Seperti biasanya, dalam perjalanan Marsya selalu memikirkan hal-hal kedepan yang akan dia lakukan. Sesekali dia menangisi hal-hal yang telah terjadi pada dirinya. Namun hari itu dirinya memikirkan bagaimana kisah kehidupannya yang mengikuti grup model itu? . kebingungan pun mengusik pikiran Marsya. Model itu sesunggunya tak cukup dengan menebarkan senyuman kedepan lensa. Bergaya semog, ataupun hanya menang wajah yang cantik. Namun mood yang menentukan baik buruknya hasil jepretan. Sering Marsya keteteran masalah mood. Pikiranya pun semakin campur aduk  sembari tangannya menarik rem motor tanda lampu merah menyala. Banyak kekurangan yang terdapat pada diri Marsya. Wajahnya yang kurang segalanya dari model-model lain membuat dirinya seakan enggan dipotret lagi. Lamunannya pun terhenti saat beberapa klakson motor dan mobil menyambar-nyambar tanda lampu hijau menerangi jalan. Marsya pun melanjutkan perjalanan pulang.
Mendorong daun pintu yang tak terkunci dan bergegas untuk bersiap-siap menghadiri acara keluarga di rumah simbahnnya yang entah apa yang akan dibahas oleh keluarga besar ini. Keluarga yang turun temurun berjiwa pedagang. Bahkan simbah Marsya pun sudah tersohor di berbagai desa. Namun dibalik kesuksesan dagang keluarga ini, keluarga Marsya lah yang paling tertinggal yang belum memiliki kuda kijang sendiri alias mobil. Marsya pikir semua itu tak menjadi masalah dalam pikiranya. Pikiranya pun teringat kembali oleh kelakuan mamanya yang sungguh tak mengenakan hati, yang tak satu orang pun mengetahuinnya kecuali dirinya sendiri. Membuat dirinya sering melamun tak berarah. Memang betul, semenjak dirinya putus dengan mantan pacarnya itu, kehidupannya kian hari kian tak berarah. Tak ada panutan dan tak ada motivator sejati. Bisa dibilang juga semenjak kejadian itu Marsya memiliki banyak teman, banyak kenalan ataupun banyak yang ingin mendapatkanya. Entalah, satu pun tak ada yang menyangkut di pintu hati Marsya. Mengenai Reza yang seketika membuat Marsya trelamun, ternyata tak seindah yang dia kira. Mungkin karena Marsya yang menang dengan senyum dan tatapanya itulah Reza berburu cinta mendapatkan hati Marsya tanpa peduli masalah apa yang terjadi pada Marsya. Berulang kali telah ditolaknya, namun bocah itu seraya tak peduli atas cerama yang Marsya berikan kepadanya sebagai peringatan untuk menjauhinnya. Semuanya acuh terhadapanya. Bahkan semuanya hanya melihat dari sisi luarnya. Kembali ke Marsya yang tengah bersiap-siap memanaskan motornya menuju rumah simbah. Karena semua keluargannya sudah disana, maka Marsya mengendarai motor sendiri tanpa tumpangan dibelakangnya.  
Tiga
                Kerasnya hidup tak dapat dibohongi oleh sebuah rautan muka yang mengandung seribu arti. Sekarang, tak satupun orang memperdulikanya. Perduli akan kesenangannya, kesedihannya, atau bahkan yang sedang dirasakannya. “mengapa ini semua terjadi dikehidupanku?” suara hati Marsya bergumam diantara banyaknya keluarga yang tengah menggerakan mulut silih berganti. Tak dapat dibohongi raut mukanya kian hari kian memucat tak berseri.  Parasnya yang cantik telah luntur oleh aliran air mata yang dikeluarkannya setiap hari.
Ditatapnya leptop serta jari-jari yang mulai menekan-nekan keyboard menuliskan tentang apa yang telah terjadi pada dirinya itu membuatnya sedikit beban berkurang dipundaknya. Semua itu dilakukanya karena tak ada tempat curhat lagi dihadapanya, dan tak ada pundak yang menompang sandaran yang tak berarti itu.
Diantara beribu orang disekelilingku mungkin hanya aku yang merasakan apa itu sedih dan kesepian. Karena yang aku lihat hanyalah kegembiraan mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna  beradu bicara dengan lawan bicaranya. Mungkin juga hanya aku yang berada bertopang dagu sendiri memakai jeans selutut dan jaket cerah dengan rambut terurai berdiri giting sendiri menoleh kesana kemari tanpa arah. Tak ada lawan bicara, semua terasa hampa walau disekelilingnya bergerombol orang beradu bibir membuat aku serasa ingin mengikuti alur gossip tersebut. Langkah kaki pun beradu dengan lantai menuju ke koridor permainan. Disitulah aku semakin terpuruk. Pasangan yang sedang asiknya melempar bola basket ke ranjang, bahkan tertawa bahagia di dalam ruang karoke, menyanyikan lagu mesra diterangi dengan cahaya lampu warna-warni sepadan dengan suasana hatinya.Aku berniat  untuk membawakan sebuah lagu campursari yang menurutku bias menghibur lara hati ini, yang pastinya diruangan sendiri dan hanya gemerap lampu yang menerangiku, namun niatku aku urungkan  Karena merasa malu bermain lagu sendirian dan berasa taku karena semenjak tadi aku diperhatiin oleh dua sosok laki-laki.
Marsya tiba-tiba menghentikan jari-jari yang dari tadi menari-nari bergoyang mengikuti irama pikiran Marsya. Kini pikiranya bernostalgia tentang kenangannya bersama Huda. kemudian melanjutkan kembali tulisanya sambil memegang tempat minum biru muda berukuran besar yang biasa menemani hari-hari Marsya. Menyruput jus apel lalu meletakan kedua tangannya diatas keyboard. Melanjutkan tulisannya.
… andaikan saja waktu itu aku tengah bersamannya mungkin aku dapat mengalahkan puluhan pasangan kekasih yang sedang dimabok cinta itu dengan menggandeng tangan cowok bertubuh kekar, ganteng, berkulit putih, mancung pula. Ketinggianya hampir menyamai Marsya.  Seakan menjadi yang tercantik dan tertampan melangkah mantap layaknnya pangeran dan putri melintas di atas kapret merah terjulur dan puluhan pasangan kekasih itu bagaikan penonton yang mengaguminnya. Ahh.. semuanya sudah terlambat. Toh di hari itu juga Marsya sudah memutuskan hatinnya untuk hidup sendiri.
Entah mengapa semua itu Marsya ketik dengan lincahnya dia menggerak-nggerakan jari-jarinya menari diatas keyboard menggunakan teknik sebelas jari itu. Tak lama kemudian, suara laptop berukuran 14in berwarna hitam itu membunyikan nada yang berarti Marsya telah mematikan lalu menutupnya, meletakannya diatas meja belajar. Bergegas menarik slimutnya karena sudah tak ada keluarganya yang membunyikan suarannya.
                 
                TUNGGU KELANJUTANYA DIHARI BERIKUTNYA J
GANBATEE ! (y)
               

Senin, 10 Februari 2014

makanan selatan kota Kebumen


YUTUK ASLI PETANAHAH


Siapa orangnya yang tak tergiur melihat makanan dengan warna khasnya ini . “yutuk”. Ya! Makanan ini sering  saya jumpai di daerah selatan Kebumen. yaitu pantai Petanahan. Memang, kalau kita berbicara tentang makanan khas Kebumen itu tidak ada habisnya.  Warna yutuk  yang dapat menggoyangkan lidah saat kita melihatnya membuat perut yang tadinya  enggan dimasuki, ketika melihat makanan ini perut pun terus bernyanyi (tanda kelaparan).
Berjumpa dengan makanan ini ketika saya dan kawan saya, Rika serta guru saya Pak Ario sedang melakukan hunting di bawah rindangnya pohon cemara, dibawah sinar cahaya yang menyelip-nyelip diantara pepohonan. Dan diantara luasnya laut Petanahan. Ketika saya mengekspresikan raut wajah yang muram, saat itulah langit menanggapi muka mendung ini dengan menurunkan hujan yang begitu derasnya. Spontan, saya, Rika dan guru saya yang menjabat sebaai fotografer pula Pak Ario berlarian menuju warung tepi pantai. Saat saya sedang singgah disanal irikan mata ini lansung tertuju pada sederet makanan yang telah disajikan sedemikian menariknya sampai-sampai lidah ini bergoyang dengan sendirinya.
Saat itu hujan turun dengan derasnya. Membuat dingin  menyerap kalbu, tak bisa mata ini untuk memalingkan pandangan  saat melihat satu tiris gorengan yutuk ditiriskan dari panasnya kompor yang menurut saya kalau saya berada didekatnya akan membuat tubuh saya sedikit terhangati. Ah lupakan saja masalah itu.
 “kini kegurihan dari yutuk tak dapat didaur ulang lagi”. Itulah kata-kata yang  saya lontarkan  ketika menhancurkan makanan ini dimulut saat berteduh  di deretan warung yang berjejeran. Saat saya mulai memakanya, terdengar suara kriyukan dari kegurihan  yutuk ini. Tak dapat lidah berhenti untuk memakan makanan dari hewan yan mirip dengan serangga ini. Memang, sebelum makanan ini diolah, hewan ini memamerkan warna hitam, namun saat sudah menjadi makanan, dengan tidak sombong, hewan ini justru membuat daya penglihatan kita menjadi melirik. Wuuiihh sungguh lezatnya makanan khas  daerah selatan Kebumen ini.
Perjalananku belum selesai sampai disitu, setelah menikmati kelezatan yutuk, dan hujan pun tak henti-hentinya memamerkan air jernihnya, saya beserta rekan serta fotografer saya melanjutkan perjalanan pulang ke rumah Rika yang jaraknya hanya 1 km dari pantai petanahan.
Setelah bulan menampakan senyum yang terhalang oleh awan mendung, dengan tak pedulinya saya dan Pak ario melawan derasnya hujan. Perjalanan pun kita teruskan. Karena tak kuasa menahan dinginnya  udara malam ditambah hujan yang membasahi tubuh akhirnya kita memutuskan untuk berteduh d


 Jika anda ingin mencobanya, tak rugi bila anda menunjungi pantai Petanahan yang kurang lebih 30 km dari pusat Kebumen.
Selamat mencoba sobat J