Kamis, 27 Februari 2014

cerittaa :D



“ABU-ABU KEHIDUPAN”
Satu
Terdengar suara motor berhenti di samping rumah.
Mama   : “sya, baru pulang?”
Marsya : dengan muka lesu. “ iya mah”.
Obrolan pun terhenti saat Marsya menutup pintu kamar denga kerasnya. Entah apa yang sedang dipikirkan, semua itu membuatnya merasa emosi. Karena sangat lapar,Marsya pun beranjak dari kamar dan langsung beralih ke meja makan. Saat matanya melihat di meja makan tidak ada satu pun lauk, yang ada hanya ceceran sambal bekas sarapan pagi, saat itu pun Marsya kembali meneteskan air mata yang sebelumnya telah mengalir deras saat dia di sekolah. Memang hatinya sedang dihantui dengan rasa kesedihan. Semua rasa itu dia simpan dalam-dalam didepan sang mama. Memang mama Marsya selain masih muda, juga tak kalah cantiknya dengan Marsya anaknya. Mamanya juga sering smsan sama pacarnya Marsya yaitu Huda. Namun Marsya tidak suka dengan situasi ini. Keadaan di keluarga ini terasa hampa.Ayah Marsya kerja keras banting tulang di Jakarta, Mamanya sibuk dengan hpnya, entah apa dan siapa yang berhubngan dengan mamanya itu. Kakaknya pun engga care sama Marsya, membuatnya tidak pernah ada komunikasi dengan kakaknya. Adiknya cowok yang masih kelas 4 SD yang lagi nakal-nakalnya tiap harinya hanya bermain terus membuatnya tidak peka terhadapnya. Semua ini terjadi setiap harinya di keluarga ini.
***
                Hari demi hari telah dilewati oleh keluarga ini, semuanya sama, tak ada yang berbeda. Hanya hubungan Marsya dengan pacarnya yaitu Huda yang berbeda. Mereka sekarang sudah putus karena keduanya saling bertekad untuk mengejar cita-cita dulu. Dan memikirkan hal yang sama yaitu “pacaran itu ada waktunya tersendiri yaitu kelak setelah kita sukses”. Walaupun mereka masih saling suka tetapi tekad itulah yang membuatnya terpisah jauh. Satu minggu sudah mereka menikmati dunianya masing-masing. Cobaan pun siap menghadang Marsya. Berpuluh-puluh cowok mendekati Marsya sampai Marsya pun keteteran menghadapinya. Marsya mencoba untuk menghadapi satu-satu. Dan ada satu cowok yang ngeyel banget kalau dibilangin. Yaitu Reza. Karena saking penasaranya, Marsya pun menemui Reza. Setelah doi dihadapan Marsya, Marsya pun terkaget-kaget dan dalam hati ia berbicara “ wahhhh manis banget niiihh anak “ tapi Marsya sok jaim di depanya. Hihii..
                Disekolah Marsya adalah sesosok prempuan yang ceria, jail dan ngeselin. Semua teman-temanya pernah dibuli olehnya. Namun dibalik keceriaanya itu terpendam kesedihan yang amat mendalam.
Anggi     :”Sya, beliin jajan dong! Gue laper niihh.”
Marsya :menjitak kepala Anggi teman sekelasnya.”gue juga ngga punya uang kelesss! eh mending kita malak aja yuh.”
Anggi     :”ayuhhh!” tapi kita mau malak sama siapa nihh, mesti pada pelit-pelit dehh, kan kamu tau sendiri kelas kita kere-kere semua.”
Marsya :”emm iya ya... Nah gue punya ide niihh, kita minta aja ke Veni. Kalo dia ngga mau kita ancem aja dia kan foto dia yang lagi nyengir monyet itu ada di hape gue, nanti kalau dia ngga mau ngasih, kita upload deh fotonya di fb gimana?”
Anggi     :”ide bagus tuhhh,Yuhh kita palak.”
Kegaduhan kelas pun terjadi saat pelajaran kosong. Marsya dan Anggi merayu Veni untuk menyerahkan uangnya, sementara grombolan lain ada yang nyanyi-nyanyi sambil banting-banting meja, ada yang ngaca, foto-foto narsis, ada yang baca novel, tidur,  yang ngelamun pun juga ada. Itulah bentuk pelampiasan Marsya untuk Melampiaskan rasa kesedihanya.  
Waktu pun berlalu.
                Marsya pun telah dekat dengan Reza. Satu minggu mereka BBMan sampai tak kenal waktu. Tapi ngga pada hari itu, hari dimana Marsya merasakan sakit hati yang sebelumnya telah terkubur setelah kejadian dimana mama Marsya pernah mengalami amnesia. Dan sekarang rasa sakit itu tumbuh lagi. Di antara ribuan debu yang di semburkan oleh gunung Kelud dan diantara kendaraaan yang sedang dibersihkan oleh tukang cuci motor di situlah Marsya merasakan kegundahan.
Mama   :“sya, mama mau pergi kedepan tempat cuci motor, kayaknya ada toko buah tuh. Mama mau        beli alpukat, kamu disini aja ya!”
Marsya :” iya ma.” Sambil BBMan tanpa menoleh ke arah mamanya berbicara.
Marsya pun jenuh dengan keadaan disekeliingnya, yang dilihat hanya para cowok-cowok muda yang tengah sibuk membersihkan motor Marsya dan mamanya. Karena rasa bosan itu, Marsya pun melangkahkan kaki untuk menyusul mamanya yang tengah memilah-milah buah alpukat.
Dan tak pernah disangka, di depan mata Marsya lah semua rasa penasaran yang selama ini dirasakan Marsya terjawab. Mata yang tajam dan membelalak, itulah yang dilakukan Marsya untuk mengungkapkan rasa amarahnya. Marsya semakin membelalak melangkahkan kakinya mendekati dua orang yang sedang memilah-milah alpukat. Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mana perempuan itu sendiri adalah mamanya Marsya. Dan seorang laki-laki tak tau dari mana asalnya yang membuat hati Marsya geram. Tiba-tiba laki-laki itu memulai percakapan dengan Marsya, mengajak berjabat tangan. “siapa namamu dek?” dengan menebarkan senyum. Marsya menjawab singkat “ Marsya”.
Rasanya lidah ini tak mau menjawab atas semua pertanyaan yang dilontarkan oleh pria itu. Dan mata yang semakin memerah dan tak kuasa untuk menumpahkan air matanya yang sudah ditahannya itu . marsya pun langsung meninggalkan toko buah itu dan kembali ke tempat duduk cucian motor. Di situ Marsya tidak bias menahan air matanya dan tumpahlah sudah. Hatinya pun bertanya tanya . “siapakah laki-laki itu?”. Kenapa mama tega berbuat itu?” . “kepada siapa aku harus bersandar?” ayah!!! Aku sayang kamu!”. Cepat pulang Ayah!”. Tiba-tiba suara kaki pun terdengar oleh telinga marsya dan suara itu yang membuat tangisannya berhenti.
Marsya :”siapa laki-laki tadi ma?” dengan nada cueknya.
Mama   :”temen mama waktu sma.”
Marsya :”ngapain dia kesini ma?”
Mama   :”dengan  senyuman. “Cuma ketemu”
Ingin rasanya Marsya memeluk Ayah dan menceritakan semuanya yang terjadi. Namun sikap kedewasaanya Marsya yang membuatnya tak berani menceritakan semua.
                Sorenya, Marsya yang mempunyai talenta model itu diajak hunting oleh beberapa fotografer. Karena Marsya yang lagi badmood Marsya pun menolaknya. Tetapi alhasil, karena keadaan yang sangat mendesak itu akhirnya Marsya memutuskan untuk ikut. Kegiatan pun berjalan dengan lancar walau hati yang sedikit agak tertekan.
***
                Makin bertambah hari hati Marsya semakin terpuruk. Tak ada tempat curhat, tak ada tempat senderan. Mengenai Reza, doi yang lebih muda dari Marsya membuat Marsya tidak betah lama dengannya. Malah Reza lah yang membuat hari-harinya semakin runyam karena sifat kekanak-kanakanya. Tapi inilah kenyataanya, mama Marsya yang tak peduli sama Marsya, teman yang tak peka sama Marsya, dan keluarga yang hanya itu-itu membuat hari-harinya dipenuhi dengan air mata.
                Hanya Marsya yang merasakannya , dan hanya Marsya yang mengetahui semuanya.
Kehidupan ini sungguh tak adil baginya.
Dua
Suara kaleng bekas menambah keramaian kelas, diiringi tepuk tangan meriah teman-teman Marsya. Marsya sendiri tengah berada di depan kelas bersama para teman yang dipanggil oleh pak guru dan 2 juri dalam kontes membuat tulisan terbaik. Ya, 18 siswa dipanggil satu persatu untuk mendapatkan sebuah novel sebagai penghargaan karena sudah membuat tulisan. Satu dua tiga orang telah dipanggil, sampai urutan yang ke enambelas dan semua memasang muka bangga. Dua orang salah satunya Marsya tidak terdaftar untuk mendapatkan novel, namun keduanya melangkah pasti maju dua langkah mengikuti instruksi dari dua juri membelakangi teman-temannya. Sebuah kejutan untuk Marsya karena tak menyadarinya dialah juara pertama dalam lomba itu. Lomba yang diadakan hanya untuk kelas perkantoran bertemakan makanan ternyata membawa keberuntungan untuk Marsya. “Tertawa melengking”  yeaahhh! Tertawa khasnya itu membuat teman sekelasnya ikut tertawa. wajah manisnya yang ditutup oleh ujung jilbab dengan tangan yang menyagaknnya, itulah yang diperbuat Marsya saat akan menerima satu bingkis hadiah pemberian juri.  Karena tubuhnya yang tinggi semampai, tak heran bila teman yang berada dibelakangnya tertutupi dengan adanya giting berdiri itu. Alisnya tebal, mendadak melengkung karena terangkat oleh pipi  agak chubby yang menambah kesan kegembiraan.
  “kecantikannya terlihat saat doi tidak memakai seragam sekolah. Dan kesederhanaannya terlihat saat dia sendiri mengenakan putih abu-abunya.”
Itulah yang diucapkan oleh teman sekelasnnya. Tak tau dan masih tergambar tanda tanya besar di pikiran Marsya. Apa yang membuat diri nya menjadi juara satu dan itu semua pasti kebetulan, karena dirinya menganggap dirinya tak punya keampuan untuk menulis. Bangga atas yang diperolenya itu yang tengah dirasakan Marsya. Kegaduhan kelas pun semakin menyengat saat pak guru dan dua juri pergi meninggalkan kelas.
Terburu-buru meletakan bingkisan hadiah sembari merapikan kerudung acak-acakan yang dikenakanya. Jujur Marsya disekolah tidak pernah berpenampilan menarik, dan terlihat seperti anak kecil yang tak pernah menyetrika baju putih abu-abunya. Berjilbab tanpa memandang cermin, seakan-akan menjadi siswa berpenyakin busung lapar. *upzzz.
 Tangan yang seakan tidak ada dosanya itu pun merampas bingkisan hadiah didepan Marsya. Serentak semua teman-teman Marsya menggerubung bak tawon mendapatkan setetes madu. “eh Marsya dapet apa tuhh??” seperti halnya kicauan burung beo yang tengah menyerocos berbincang-bincang berkerubungan berebutan satu biji nasi padang. Tangan yang terpanjang yang berhasil merampas miliknya itu langsung menghidari kucauan burung beo.
”dadahh gue mau nglanjutin piket gue dulu”
sambil merangkul hadiah di lipatan tangannya,mempraktekan lari kudanya dan senyum manisnnya Marsya pun berlarian meninggalkan kelas karena dia tau teman-temannya akan menceburkannya di kolam ikan  didepan kelas.
                Bel tanda pulang sekolah berbunyi, Marsya pun bergegas merapikan semua berkas-berkas fotocopy an yang belum ter-copy  di tumpukan map. Terburu-buru meminta ijin pulang kepada petugas piket, untung saja dirinya diperbolehkan pulang. Karena acara dirumah menunggu dirinya untuk segera datang, Marsya tak menghiraukan lemahnya kondisinya saat itu, tenaganya terkuras untuk mengerjakan piket melayani fotocpy-an. Sambil menggendong tasnnya, Marsya pun melangkah menuju tempat parkir. Tanpa menghiraukan disekelilingnya banyak teman yang sedang berlomba-lomba menabung menyerahkan uang jajannya ke tukang batagor dan es burjo, Marsya langsung menyelengos menyetater motornya. “teman-teman gue duluan ya!” mengangkat kaki kirinya ke bancikan motor dan gas poll!!
Seperti biasanya, dalam perjalanan Marsya selalu memikirkan hal-hal kedepan yang akan dia lakukan. Sesekali dia menangisi hal-hal yang telah terjadi pada dirinya. Namun hari itu dirinya memikirkan bagaimana kisah kehidupannya yang mengikuti grup model itu? . kebingungan pun mengusik pikiran Marsya. Model itu sesunggunya tak cukup dengan menebarkan senyuman kedepan lensa. Bergaya semog, ataupun hanya menang wajah yang cantik. Namun mood yang menentukan baik buruknya hasil jepretan. Sering Marsya keteteran masalah mood. Pikiranya pun semakin campur aduk  sembari tangannya menarik rem motor tanda lampu merah menyala. Banyak kekurangan yang terdapat pada diri Marsya. Wajahnya yang kurang segalanya dari model-model lain membuat dirinya seakan enggan dipotret lagi. Lamunannya pun terhenti saat beberapa klakson motor dan mobil menyambar-nyambar tanda lampu hijau menerangi jalan. Marsya pun melanjutkan perjalanan pulang.
Mendorong daun pintu yang tak terkunci dan bergegas untuk bersiap-siap menghadiri acara keluarga di rumah simbahnnya yang entah apa yang akan dibahas oleh keluarga besar ini. Keluarga yang turun temurun berjiwa pedagang. Bahkan simbah Marsya pun sudah tersohor di berbagai desa. Namun dibalik kesuksesan dagang keluarga ini, keluarga Marsya lah yang paling tertinggal yang belum memiliki kuda kijang sendiri alias mobil. Marsya pikir semua itu tak menjadi masalah dalam pikiranya. Pikiranya pun teringat kembali oleh kelakuan mamanya yang sungguh tak mengenakan hati, yang tak satu orang pun mengetahuinnya kecuali dirinya sendiri. Membuat dirinya sering melamun tak berarah. Memang betul, semenjak dirinya putus dengan mantan pacarnya itu, kehidupannya kian hari kian tak berarah. Tak ada panutan dan tak ada motivator sejati. Bisa dibilang juga semenjak kejadian itu Marsya memiliki banyak teman, banyak kenalan ataupun banyak yang ingin mendapatkanya. Entalah, satu pun tak ada yang menyangkut di pintu hati Marsya. Mengenai Reza yang seketika membuat Marsya trelamun, ternyata tak seindah yang dia kira. Mungkin karena Marsya yang menang dengan senyum dan tatapanya itulah Reza berburu cinta mendapatkan hati Marsya tanpa peduli masalah apa yang terjadi pada Marsya. Berulang kali telah ditolaknya, namun bocah itu seraya tak peduli atas cerama yang Marsya berikan kepadanya sebagai peringatan untuk menjauhinnya. Semuanya acuh terhadapanya. Bahkan semuanya hanya melihat dari sisi luarnya. Kembali ke Marsya yang tengah bersiap-siap memanaskan motornya menuju rumah simbah. Karena semua keluargannya sudah disana, maka Marsya mengendarai motor sendiri tanpa tumpangan dibelakangnya.  
Tiga
                Kerasnya hidup tak dapat dibohongi oleh sebuah rautan muka yang mengandung seribu arti. Sekarang, tak satupun orang memperdulikanya. Perduli akan kesenangannya, kesedihannya, atau bahkan yang sedang dirasakannya. “mengapa ini semua terjadi dikehidupanku?” suara hati Marsya bergumam diantara banyaknya keluarga yang tengah menggerakan mulut silih berganti. Tak dapat dibohongi raut mukanya kian hari kian memucat tak berseri.  Parasnya yang cantik telah luntur oleh aliran air mata yang dikeluarkannya setiap hari.
Ditatapnya leptop serta jari-jari yang mulai menekan-nekan keyboard menuliskan tentang apa yang telah terjadi pada dirinya itu membuatnya sedikit beban berkurang dipundaknya. Semua itu dilakukanya karena tak ada tempat curhat lagi dihadapanya, dan tak ada pundak yang menompang sandaran yang tak berarti itu.
Diantara beribu orang disekelilingku mungkin hanya aku yang merasakan apa itu sedih dan kesepian. Karena yang aku lihat hanyalah kegembiraan mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna  beradu bicara dengan lawan bicaranya. Mungkin juga hanya aku yang berada bertopang dagu sendiri memakai jeans selutut dan jaket cerah dengan rambut terurai berdiri giting sendiri menoleh kesana kemari tanpa arah. Tak ada lawan bicara, semua terasa hampa walau disekelilingnya bergerombol orang beradu bibir membuat aku serasa ingin mengikuti alur gossip tersebut. Langkah kaki pun beradu dengan lantai menuju ke koridor permainan. Disitulah aku semakin terpuruk. Pasangan yang sedang asiknya melempar bola basket ke ranjang, bahkan tertawa bahagia di dalam ruang karoke, menyanyikan lagu mesra diterangi dengan cahaya lampu warna-warni sepadan dengan suasana hatinya.Aku berniat  untuk membawakan sebuah lagu campursari yang menurutku bias menghibur lara hati ini, yang pastinya diruangan sendiri dan hanya gemerap lampu yang menerangiku, namun niatku aku urungkan  Karena merasa malu bermain lagu sendirian dan berasa taku karena semenjak tadi aku diperhatiin oleh dua sosok laki-laki.
Marsya tiba-tiba menghentikan jari-jari yang dari tadi menari-nari bergoyang mengikuti irama pikiran Marsya. Kini pikiranya bernostalgia tentang kenangannya bersama Huda. kemudian melanjutkan kembali tulisanya sambil memegang tempat minum biru muda berukuran besar yang biasa menemani hari-hari Marsya. Menyruput jus apel lalu meletakan kedua tangannya diatas keyboard. Melanjutkan tulisannya.
… andaikan saja waktu itu aku tengah bersamannya mungkin aku dapat mengalahkan puluhan pasangan kekasih yang sedang dimabok cinta itu dengan menggandeng tangan cowok bertubuh kekar, ganteng, berkulit putih, mancung pula. Ketinggianya hampir menyamai Marsya.  Seakan menjadi yang tercantik dan tertampan melangkah mantap layaknnya pangeran dan putri melintas di atas kapret merah terjulur dan puluhan pasangan kekasih itu bagaikan penonton yang mengaguminnya. Ahh.. semuanya sudah terlambat. Toh di hari itu juga Marsya sudah memutuskan hatinnya untuk hidup sendiri.
Entah mengapa semua itu Marsya ketik dengan lincahnya dia menggerak-nggerakan jari-jarinya menari diatas keyboard menggunakan teknik sebelas jari itu. Tak lama kemudian, suara laptop berukuran 14in berwarna hitam itu membunyikan nada yang berarti Marsya telah mematikan lalu menutupnya, meletakannya diatas meja belajar. Bergegas menarik slimutnya karena sudah tak ada keluarganya yang membunyikan suarannya.
                 
                TUNGGU KELANJUTANYA DIHARI BERIKUTNYA J
GANBATEE ! (y)
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar