“SAHABAT
DAN SEBUAH CINTA”
Marsya
menghampiri teman-temannya saat dia baru datang ke sekolah, “eh gue udah putus
sama Ariz loh, dan gue sekarang seneng banget karena hidup gue udah ngga ada
yang ngatur lagi” Marsya dengan bibir nyrocosnya dan muka gembiranya. “sumpeh
lu Sya??” Jihan dan Nisa tertegun. Mereka adalah sahabat karib si Marsya. Si
Jihan sendiri mempunyai tubuh yang agak pendek, semog tapi putih mulus dan berparas cantik.
Dan Nisa yang sering di panggil vello oleh teman kelasnya memiliki sikap
tomboy. Emang si gue beda kelas sama Nisa dan gue satu kelas sama Jihan tetapi
persahabatan kita tidak ada bedanya sama Jupe vs DP, hihi ngacir sedikit lah ya
. “yakin lo putus beneran sama si Ariz, ntar nyesel loh “, jihan ngledek bernada
ketus sambil meneruskan mengerjakan pr. “alah paling 1 atau 2 minggu lagi juga
lo bakalan balikan lagi sama si doi.” Vello menyahut. Memang si doi yang
mempunyai wajah tampan, idung mancung dan kulit putih, sayang ngga tinggi tinggi amat, amad aja tinggi hehe..
banyak direbutin sama adik-adik kelas. Yang
bikin gue ngga tahan sama doi tuh karena sikapnya dia yang egonya
tingkat kelas kakap vs teri walau tampang seperti Eza Geonino gue ngga ngaruh
tuh. Gue si tenang-tenang aja, ngga mau buru-buru nyari gantinya, toh muka gue
ngga jelek-jelek amat lah. Temen-temen gue aja pada nyangka kalo gue itu mirip
Navaurbah, Asmiranda, Citra Kirana, Marshanda, bintang holliwood dan artis
cantik lainya hihi sombong sedikit. Paras gue cantik, body slim, tinggi pula jadi
jangan heran kalo cowok-cowok pada naksir gue.
***
)
Jam
istirahat pun berbunyi, Marsya dan teman-teman kelasnya diantarannya Jihan,Nita,Ervin,Zubed
berggegas meluncur ke kantin Bu Siti untuk melahap soto ditemani dengan segelas
es teh manis. Kantin yang terletak tepat dibelakang kelas Marsya yang hanya
berjarak 7 meter itu memiliki bangunan yang sempit dan memanjang. Namun selalu
ramai oleh siswa-siswi. Jelas lah, skolah kan punya kantin satu.
Setelah
semuanya mendapatkan seporsi mangkuk soto, mereka menyantapnya dengan lahap
sembari menunggu es teh yang tengah dibuat oleh pak Siti. Bu Siti dan pak Siti
memang sudah terkenal oleh siswa SMP ini karena tanpa mereka semua siswa
khawatir terkenaa penyakit busung lapar. Hihhiihh. Tiba-tiba salah satu dari teman Marsya
memprofokatori pembicaraan sembari menghabiskan satu porsi yang telah Nita
pesan. “eh liat deh didepan sana ada cowoknya Ervin tu, kayaknya bakal ada yang
mau ketemu nii.” Serentak teman-teman yang lagi nikmat menyantap soto langsung
tertawa meledak meledek Ervin. Zubed yang tertawanya sekeras kuda nyengir itu menganga
lebar dan tak sengaja memuncratkan kobis olahan soto ke meja makannya. “jorok
amat yah ni bocah.”
“ciiyyeee….ciye….” kegaduhan
dikantin pun meledak oleh teman-teman Marsya. Marsya yang duduk Paling pojok
hanya mampu melihat kegaduhan
teman-temannya sambil menyodorkan sesuap kuah soto kemulutnya walaupun sesekali
melengos ke hidung karena tatapanya hanya keluar sana yang sedang menjadi pokok
kegaduhan.
***
)
Tak
hanya Jihan dan Vello, Marsya juga mempunya 2 sahabat yang sangat dekat
denganya. Faza dan Huda. Mereka bertiga bersahabat sejak kelas 2 SMP. Malam itu
Huda sms Marsya
Huda :“malam Sya…” Huda dengan ucapan
mesra.
Marsya :“malam juga Huda” senang dan girang.
Huda :“lagi ngapain Sya udah makan belon
ni?”
Marsya menjawab :“belon
hud”. Dan tiba-tiba aja Huda neyeleweng dari pembicaraan
Huda :“eh Sya disini banyak nyamuk loh“
ngeledek.
Marsya menjawab singkat :“disini
juga”.
Huda :“tapi disini nyamuknya beda loh “ tambah
ngeledek!
Marsya bingung :“beda
gimana maksud lo?”
“Disini
nyamuknya bisa ngomong, ngomong kalo Marsya tuh cantik, manis pula” si huda
mencoba ngegombalin Marsya. Marsya sesaat ngfly,girang, senang, dan beranggapan
bahwa perasaanya makin kuat bahwa sebenarnya dia memang masih menyimpan rasa kepada
sahabatnnya dia sendiri. Dari kejadian itu dia terus melamun, tanpa
menghiraukan sms lagi. Membayangkan apa yang terjadi setelah itu. Jelas lah
,doi yang punya postur tubuh tinggi,wajah tampan,idung mancung mirip lah sama
Toe Ming Tse selalu mendebarkan hati Marsya. Marsya memang sudah menyimpan rasa
itu sejak dia mengetahui kalo Huda itu sudah menjadi milik Ervin teman
sekelasnya yang kalo setiap ke kantin hati ini terasa tak terima dengan ledekan
teman-temannya yang terus mencemooh pasangan itu dengan kata-kata romantis.
Jadi wajarlah bila setiap kekantin Marsya selalu tak ikut meledek pasangan yang
dibencinnya itu. GALAU… itu semua terjadi karena Marsya kurang pede, ngerasa
dirinya jelek tak pantas berdampingan dengan cowok tertampan nomor dua setelah
tersingkirkan oleh mantan kekasihnya itu. Ariz lah yang menjadi cowok tertampan
disekolahnya. jadi mundur aja deh,
Tetapi entah kenapa kedekatan mereka kian hari
kian merenggang. Tak lagi sms’an apa lagi telponan. Ngga tau sebabnya mungkin
karena perasaan Marsya yang berharap lebih kepada Huda. Dan Marsya sendiri
tidak mampu mengungkapkanya karena bagi dia mustahil untuk memiliki seorang Toe
ming Tse walaupun KW. Hihi..
***)
Satu
bulan pun terlewati, dan saat itu juga pengumuman kelulusan ujian SMP telah
diumumkan. Marsya yang mendapatkan nilai pas-pasan itu masuk ke SMK yang
terkenal di kotannya itu. Tetapi sebenarnya, tak ada niatan dihati Marsya untuk
melanjutkan di SMK , hatinya dominan ingin masuk ke SMA, toh itu semua
keinginan ibunya, jadi dengan hati terpaksa ia menjalaninnya sampai kelas dua
sekarang ini. Banyak perubahan selama Marsya sekolah disana, lebih mandiri
tentunnya dan lebih jail dibandingkan dengan SMP “hihii.” Dua tahun sudah lamanya
Marsya menancapkan kehidupan sehari-harinnya mendapatkan ilmu dan berbagai
pengalaman ditempat ini. Anggi, Rika, Yuli adalah teman terdekat Marsya
disekolah. Namun teman bermain Marsya ialah Anggi. Dan Vello yang dari SMP
sudah menjadi sahabat karibnnya Marsya. Jika Marsya lagi sedih,galau dan banyak
masalah sering sekali dia memuntahkannya di rumah Anggi. Lalu bermain bersama
tanpa mengenal waktu. Dulu saja, saat keduannya masih tinggal di kelas paling
bawah, kelas sepuluh. Tanpa merasakan apa itu namannya lelah, pulang ekstra
pramuka langsung de ngacir kesana kemari.
“Sya, kita mau kemana
nihh” menarik gas motor berkecepatan 45km menggonceng satu penumpang dibelakang
berpakaian kaos biasa berwarna merah hati dan jeans biru dengan helm yang
menyangkut dikepalannya berwarna merah tua singkron dengan maju yang
dikenakannya. Anggi yang menjadi supir Marsya mmenghentikan motor setelah
mendapat instruksi dari Marsya untuk berhenti di Taman Kota. Tanpa diperintah,
keduannya langsung meloncat dari motor dan melangkahkan kaki masuk ke taman
didahului oleh seorang yang memakai pakaian simple berbaju coklat dan jeans
item. Anggi sambil menyingrai menunggu Marsya yang leletnya minta ampun, pake
acara dandan dispion segala pula. Eum.
Anggi :”sya, laper niihhh. Bawa uang ngga?”
duduk bersebelahan memonyongkan bibirnya kedepan Marsya.
Marsya :”gue ngga bawa nihh. Sambol
merogoh-rogoh kantong celanannya. “eh gue bawa nii. Tapi Cuma dua ribu gimana?
Gue juga laper keles.. terus gimana
dong?” menyeringai. Mengerutkan alis.
Anggi :”yahh… gimana ya? Dua ribu buat beli
apaan coba? Belom parkirnya. Iya kan?” bersungut-sungut mengetuk kepala dengan
jari telunjuknya. Berpura-pura berpikir.
Marsya :”gimana kalo kita muter-muter aja nggi.
Siapa tau kita ketemu sama teman kita. Langsung deh kita palak orangnya.”
Nyengir, sok pinter.
Anggi :” tumben lo mikir sya. Ayuhh capcuussss.”
Menyikut pundak Marsya dan bergegas berdiri. Marsya yang ikut berdiri sambil
memasang wajah yang bersungut-sungut.
Menggandeng tamngan
Marsya, melompati pager taman. Namun kedua bocah itu tak langsung pergi dari
tempat. Keduannya menoleh ke kanan kiri memastikan tak terlihat oleh tukang
parkir barulah dia menancapkan gas kabur dari kejaran tukang parkir.
Pernah keduanya pergi ke
pasar dan entah apa tujuan mereka kesana yang pasti tidak berniatan untuk
membeli sesuatu. Keduanya jarang membawa uang jika berpergian. Jangankan
membawanya, mempunyai uang pun tidak. Asalkan ada bensin semuanya beres.
“nyengir.”
Setelah Anggi dan Marsya
puas berjalan-jalan menaik turunkan lif, maka setelahnya keduannya pun langsung
menuju tempat parkir. “eh sya, lo bawa uang kagak? Tuh ada tukang parkir!”
sambil merogoh-rogoh celana jeansnya lalu mengambil helm didalam jok motor.
“lah apa lagi gue. Gue ngga bawa ni nggi, coba cari di jok mbok ada uang seribu
apa berapa.” Marsya yang ikut merogoh-rogoh saku jeansnya, setelahnya ikut
mengambil helm di jok dan memasangaknya ke kepalanya lalu mengikuti Anggi.
Keduanya pun sibuk
mengorek-ngorek jok motor yang ternyata setelah pencariannya, hanya ada uang lima ratus perak didalamnya.
Padahal tarif parkir pasar Kebumen itu sebesar seribu rupiah. Kedua anak itu
pun saling berpandangan dengan membukakan sedikit mulut mereka dan berkata
“hahh!” serentak tertawa bersama-sama. Karena merasa keduanya tengah
diperhatikan oleh orang-orang yang mondar-mandir keluar masuk pasar, maka
keduanya menutup wajahnya dengan telapak tangan tanpa mengentikan tawa kudanya.
Memang sesaat Anggi dan Marsya bingung. Namun tak ada jalan lain selain menipu
penjaga parkir. Dengan membungkus uang lima ratus perak itu di kertas karcis,
lalu melipatnya rapat-rapat, kedua bocah itu menancapkan motor matiknya dan
telah merencanakan sesuatu. “siap?” menoleh Marsya yang tengah duduk diblakang
Anggi yang telah siap sejak tadi. Saat tengah menyerahkan kertas karcis ke
penjaga parkir, Marsya memberi kode ke Anggi . “ayuhh cepat!!” mendorong pundak
Anggi. Anggi yang telah diberi kode menancapkan gas sekencang mungkin dan
yeahhh. “LOLOS” keduanya telah lolos dari penjaga parkir itu walau saat Marsya
membalikan wajah ke orang jaga itu, peluit dengan kerasnya mencoba menghentikan
laju mereka. Maka keduanya tertawa terbahak-bahak di tengah ramainya jalan kota.
***)
Dan dua tahun sudah Marsya memliliki teman
yang sama sejak kelas satunnya, Marsya ngejomblo. Kadang terbesit dipikiran
Marsya untuk memiliki pengganti Ariz dan melupakan harapan untuk bersama Huda.
Namun
tidak pada malam itu. Di tengah kesibukanya menjalanka tugas sekolah, tiba-tiba
saja ponsel Marsya bordering. “Tilulit… tilulit… “ deringan itu pun tiba-tiba
terhenti saat Marsya baru akan mengangkatnya. Dan dibukanya ponsel Marsya.
Ternyata itu adalah panggilan dari Huda. Nomor yang dari dulu terpampang nganggur
di hape Marsya dan sekarang muncul lagi diposisi teratas deretan panggilan tak
terjawab. Hihii.. tanpa banyak pikir, Marsya langsung mengirimkan satu pesan
untuknya. Yang berisi “???” hehhee… maka, tak lama kemudian Huda membalas
dengan kalimat yang tak pernah dibayangkan oleh otak pikiran Marsya sebeumnya.
Huda :”sya ini aku Huda, aku ma terus terang sama kamu, sebenarnya selama ini
aku menyimpan rasa ke kamu, dan selama ini juga aku tak bisa memalingkan hati
kepada sosok yang lain. Aku baru bialng sekarang karena gue rasa ini waktu yang
tepat sebelum kamu dimiliki lagi oleh orang lain. Dulu aja, gue minder mau
ngungkapin perasaan ini ke lo. Karena gue pikir lo ngga bakal mau berdampingan
sama gue. Semoga lo bisa nerima gue dengan apa adanya. Thank.
Terisak sudah perasaan Marsya membaca satu pesan yang
tengah membuatnya menahan tangis bahagia. Entah semalem apa yang dia impikan,
yang jelas Marsya bermimpi sedang mencuri es krim bersama Anggi di took
swalayan, kok ngga ada kucing ngga ada
anjing tiba-tiba ia mendapatkan duren runtuh gitu ya? Hatinya pun
bertanya-tanya. Ahh.. tinggalkan saja lamunan itu, yang harus Marsya perbuat
sekarang adalah menjawab pesan dari cowok idamanya selama ini. Namun
kebingungan melanda Marsya. Apa yang harus ia katakana? “iya” atau “tidak”.
Tanpa berpikir panjang, dijawabnya sms dari Huda itu dengan kalimat panjang
yang intinya “tidak sebelum doi menemuinya dan mengatakanya secara jantan di
tatapan Marsya”.
***)
“tunggu
aku sya!!” suara tersendat-sendat yang berasal dari tepian pantai jauh dengan
Marsya itu berlarian kecil mendekati Marsya. “hahaha gitu aja kalah” Marsya
tertawa meledek sambil merebahkan tubuhnya duduk diatas pasir, menatap sunset ditepian pantai. Sesekali
memandangi cowok disebelahnya yang tengah mengelap cucuran keringatnya. Yahh
cowok itu Huda. Semuanya berjalan lancar setelah doi menembaknya beberapa hari
kemudian. Sampai sekarang, dua bulan lebih mereka menjalani hubungan tak beda
jauh dengan hubungan mereka ketika bersahabat. Yang membedakan hanyalah
panggilan “sayang” . cyeeillahh.
“woyy hud! Liat sini
dong!” seketika terdengar suara keras cowo memanggil cowok disebelahnya.
Diliriknya cowok itu oleh Huda. Membuat Marsya mau tak mau harus Melihatnya. “
apaan sih loh panggil-panggil Huda!” brisik tau!” Marsya menggerutu sambil
menyiram Zaki menggunakan pasir kering yang sesekali malah bertaburan ke arah
Marsya. Huda hanya menyengir melihat kedua mahluk itu terus bertengkar.Zaki mendekati
Marsya dan Huda. Mereka bertiga duduk bersama menunggu sunset datang merambah
pantai, lalu tenggelam disantap air pantai. Sungguh romantic melihat sunset bersama kedua
sahabat yang satu diantaranya adalah kekasih Marsya sendiri.
Malam pun berganti.
Seiring berlarinya waktu keduanya pun tak bisa
di pungkiri dari kecemburuan. Pernah waktu itu, saking dekatnya dengan Anggi
sahabat Marsya, Huda tak mempedulikan Masya lagi disampingnya. Waktu itu Anggi,
Marsya, Nisa , Huda tengah makan bersama di sebuah café. Awalnya si emang fine-fine aja. Tapi tidak waktu saat keempat
bocah itu menyantap makan, menyeruput jus. “eh nggi, tau ngga? Bla blab bla” .
Anggi dan Huda nyerocos begitu asyiknya entah apa yang tengah mereka bahas,
mungkin mbahas mengapa ayam punya kaki? Hahaa. Saking asyiknya sampai-sampai
Marsya tak di ajak nyerocos. Didiamkannya wanita cantik yang juga menyandang
status sebagai kekasih hatinya. Oke.. Marsya trima aja toh mereka kan hanya
sebatas teman yang baru kenal, maklum lah masih seneng-senengnya ngegosip.
Hee.. saat semuanya sudah habis dimakan perut, diliriknya sebuah lukisan
didinding oleh Huda. Marsya yang melihat dari kejauhan membereskan mulutnya
yang kocar-kacir penuh dengan minyak sambil mengambil tisu didepanya. Kebetulan
Anggi lewat didepan huda . berjongkok setengah berdiri sambil menirukan apa
yang telah terkukis didinding itu. Seolah-oleh sedang membawa setangkai bunga
mawar lalu menyerahkannya kedepan Anggi. Oh my god… hati Marsya tercabik-cabik
melihat kejadian dengan durasi tak ada 1 menit itu. Pura-pura tidak melihat
itulah yang dilakukan Marsya saat keduanya berjalan berbalik mendekati Marsya
dan Nisa.
***)
Tak berjalan lama. Semuanya tak berjalan lama. Setelah
keduanya dimabok cinta, Marsya yang terus disuport olehnya, menjadikan hidupnya
lebih berwarna, menjadikan motivator sejati untuk Marsya. Namun semua keadaan
itu berubah ketika keduanya berpikir rasional bahwa hubungan mereka tak ada
manfaatnya untuk sekarang dan selanjutnya. Merubah pemahaman mereka , merubah
pemikiran yang memacu masa depan.
Hening.. sunyi.. hanya
lagu ini yang dapat menemani kedua sepasang insan yang tengah memikirkan masalah tersebut. Duduk
berdampingan, menghayati apa yang tengah dirasakannya. Sesekali Marsya terisak
oleh kedua air matanya yang hendak jatuh membasahi pipi. Karena sebelumnya Huda
telah berkata kepadanya “lebih baik kita
akhiri saja hubungan ini sya, gue mau ngejar cita-cita gue dulu. Dan aku akan
menjemputmu kembali kelak saat gue udah sukses. Jaga dirimu baik-baik
yah”. Mengingat kembali apa yang
tengah dikatakan oleh kekasihnya itu semenit yang lalu. Mengingat kembali
tangan usil Huda yang setiap kali mereka ketemu selalu usil merambah poni
rambut Marsya. Ahh terlalu indah unruk diceritakan. Akhirnya Huda Mengatakan bahwa dirinya memutuskan hubungan
percintaan demi masa depan yang lebih baik. Marsya hanya terdiam.
Setelah keduanya sepakat
untuk menjalani hidup masing-masing dan mengucapkan bahwa keduanya tak mau
berpacaran lagi dengan orang lain. Maka masa depanlah yang akan menuntun mereka
bersatu kembali kelak. Air mata terus mengaliri pipi mereka.
***)
“Trtreedd…. Treeddd…” berkali-kali
ponsel milik Marsya bergetar. Namun tak membuat pemiliknya menoleh, apa lagi memegangnya
lalu membacanya. Ponselnya di diamkan begitu saja disamping laptop yang tengah
menerangi wajah cantiknya. Mengenakan baju tidur berwarna kuniing, membiarkan
rambut panjang sebahunya itu tergerai di pundak, duduk dengan berpangkuan
boneka bear berwana kuning lucu. Lalu meneruskan jemari tanganya bergoyang
diatas keyboard.
Tak peduli siapa yang
menghubunginya berkali-kali dan yang ia kira bukan Huda pastinya.
Setelah perjanjian malam
itu, keduanya tak ada lagi kontak. Keduanya terlalu menikmati kehidupanya
masing-masing. Marsya yang semula tak sibuk-sibuk amat, amad aja ngga sibuk…
hee sekarang berubah menjadi super sibuk. Mengikuti talenta model, ikut berbaur
dalam acara sekolah, mengerjakan tugas-tugas sekolah sampai pada saatnya
dirinya merasakan lelah yang amat lelah. Namun perasaanya mengingatkan bahwa
dirinya harus tegar. Toh saat ini tak ada lagi yang menjadi tempat curhatnya.
Semuanya tak menjadikan dirinya galau. Masih sama seperti biasanya, dirinya
selalu usil dengan temanya. Wujud itu sebagai pelampiasanya agar lebih mudah
melupakan kenangan-kenangan yang terlalu indah. Cyeillah..
***)
Mendengkur, memonyongkan mulutnya sambil tiduran diatas
meja. “sya ayuh main kek, kemana! Bosen nii butuh refreshing. Yuli berkata
ketus. Kebetulan hari itu Marsya duduk satu bangku dengan Yuli. Marsya yang
sedang memainkan keypad hapenya seketika tak menghiraukan apa yang Yuli
bicarakan tadi. Hanya menjawab “haah?” . serentak Yuli yang sebal atas jawaban
Marsya menimpuk Marsya yang duduk disampingnya dengan tangan kasar sambil
sesekali mendengus. “gllubrak…!!!” suara kambing jatuh, eh salah itu suara
Marsya yang jatuh dari kursinya. Jelas lah, Marsya yang duduk dengan kedua kaki
diangkat diatas kursi dengan khas ngangkangnya itu langsung berciuman dengan
lantai kelas, semuanya mentertawakanya. “hahaha”. Mendengus, dengan bibir
monyong, mengankat kembali tubuhnya yang terjatuh. Menatap dalam-dalam Yuli
yang tengah puas dengan kejailanya itu. Tertawa kuda.
Maka, berangkatlah ke empat anak tersebut menuju
supermarket yang tak jauh dari sekolahnya. Berjarak kurang lebih 300 meter. Tak
tau apa tujuan mereka yang pasti mereka tak akan beli apa-apa, seperti yang
sudah-sudah mereka lakukan. “hanya
melihat-lihat. Yaa…”. Cuci mata. Yuli yang setiap harinya menggunakan bus
dibonceng Marsya yang memakai motor. Anggi yang trauma memakai motor karena
kejadian beberapa bulan lalu dirinya mencium aspal ditemani dengan ibu-ibu
setengah gila sekarang tiap ke sekolah memakai sepeda ontelnya. Rika dengan
motor khas matik warna birunya menancapkan gas mendahului Anggi yang
tergopoh-gopoh menduduki sedelnya.
..Yeahh..
setelah semuanya berjalan bersama seperti
halnya anak pramuka yang sedang baris-berbaris, ke empat bocah tersebut
berebutan memasuki pintu utama untuk berdiri sejenak, eh beberapa detik lah
buat ngadem sebentar katanya. “dasar anak
ndeso”. Setelah ke empat ekor mulai beranjak pergi dari AC yang terpasang
dipintu utama, lantas hal berikutnya yang aka mereka kerjakan adalah
melihat-lihat. Yeahh hal itulah yang menjadi adat mereka saat berkunjung di
took-toko swalayan.
“oh iyya kita kan belum sholat ya?” melihat jam tangan yang
melingkar di tangan kirinya sambil sesekali melirik Marsya, Yuli dan Rika yang
tengah asik melihat-lihat boneka beruang. “hanya melihat-lihat.” Ketiganya tak
mempedulikan orang disampingnya yang sedang mengecoh.
Lantas Marsya yang celingak-celinguk menatap Yuli lalu
menggandengnya menuju mushola. “tunggu beroo!!” lari tergopoh-gopoh tanpa memperhatikan
sekelilingnya. Menggandeng tangan Rika yang tadinya enggan meninggalkan tempat
para boneka-boneka lucu.
Ke empat bocah tadi lantas
mengambil air wudhu bersam-sama. “ehh gue pake mukenah yang ini dong!” sambil
menarik-narik mukenah yang tengah dipake Marsya. “apaan si yul! itu kan masih
ada!” menunjuk sebuah tempat kecil yang berisi beberapa mukenah dengan wajah
ketusnya. “yahh gue kan pendek sya, gue mau pake mukenah lu aja, biar engga
lepas nantinya”. Yuli dengan muka memelas. Memang diantara ke empat bocah itu
Yuli lah yang mempunyai tinggi paling pendek, dan Marsya lah yang mempunyai
tubuh tinggi semampai. Rika dan Anggi sendiri sedeng-sedeng aja tuh tingginya.
Sholat pun dimulai.
Akhirnya Marsya mengalah, dan memakai mukenah terusan yang entah bau keringat
apa. “hii jorok”. Yeahh karena tak ada pilihan lain semuanya memakai mukenah
terusan. kejadian itu pun terjadi. Saat ke empat bocah tersebut berjejer rapi
dengan saf yang paling depan, meakukan 4 raka’at shalat dengan khusuk’nya.
Anggi yang habis bangun dari sujudnya seketika tertawa sendirian disaat yang
lain tengah menyelesaikan empat raka’at nya. Dalam hati, Marsya bertanya “ nih
bocah kenapa ya ketawa sendiri? Emang ada yang lucu?” sepontan dirinya langsung
melirik kea ah sumber suara. Hanya melirik. Sambil menyelesaikan raka’at
terahir, Marsya menahan ketawa setelah melihat Anggi yang ternyata mukenahnya
lepas dari kepala. Dalam hatinya berkata “tahan Sya! Tahan! “. Entah apa yang
orang lain pikirkan di belakang ke empat bocah itu. Yui dan Rika pun ikut
menahan tawa sembari melanjutkan raka’at terakhirnya. Marsya yang tengah
mengucapkan salam setelahnya langsung menutupi mukanya dengan kedua telapak
tangan yang terbungkus mukenah. Seperti orang sedang berdoa namun dirinya
sedang meluapkan tertawanya. “hahaa” tertawa pun meledak saat Rika mengakhiri
sholatnya dengan ucapan salam. Yuli yang tengah berdoa serentak menampar betis
Anggi yang sembari tadi tak berhenti ngakak kuda. “eh nggi kamu malu-malu’in
tau. Buruan lanjutin shalatnya!” sambil tertawa, Marysa melepas mukenah yang di
kenakanya. Dengan melotot, Marysa juga menyuruh Anggi untuk melanjutkan
shalatnya.
***)
Terlihat wajah wanita paruhbaya yang tengah membiarkan
tubuhnya terbaring diatas sofa panjang berwarna hijau. Terbatas oleh sebuah
meja, Marsya yang tengah menyelesaikan tugas sekolah dengan wajah tertekuk.
Kebetulan hari itu terik matahari sedang semangatnya menancapkan sinar panasnya
ke bumi jadi Marsya agak kepanasan saat itu. Tapi disisi lain sinar itu sangat
membantu para penjemur padi yang tercecer di setiap pelataran rumah.
Dengan mata yang terus
dihadapkan oleh sebuah ponsel kecil, ibu Marsya seakan enggan memperhatikan
anaknya yang berada tepat di depanya. Sesaat setelah itu ibu Marsya meletakan ponselnya
lalu menyatukan tangannya dan membiarkann kelapanya mengapit kedua tanganya
sambil sesekali memejamkan mata. Marsya yang dari tadi garuk-garuk badan mulai
bertanya “mah, ni badanku si kenapa yah, kok pada bentol-bentol merah gini. Mah
ayuh kita berobat.” sambil menggaruk-garuk punggungnya dengan memonyongkan
bibir. Serentak ibu Marsya langsung
melek. Yeahh …hanya membukakan matanya lalu memejamkan kembali setelah melihat
bocah didepanya. Tak tau pikiran apa yang tengan membayangi otak ibu Marsya
sampai-sampai omongan Marsya pun tak didengar. Tak bersuara lagi bocah itu
langsung meninggalkan ruangan itu lalu membiarkan bantalnya basah oleh air
matanya. Cengeng banget yahh Marsya hihi..
***)
“aku ngga pernah macem-macem kerja di desa! Aku ngga pernah
ada niatan buat selingkuh!” dibantingnya wajan penggorengan dan mematikan
kompor gas lalu berjalan menuju kamar Marsya. “lah itu buktinya! Kau kontakan
dengan kepala desa kan mah!” Ayah Marsya dengan nada ketusnya mengikuti ibu
Marsya. Marsya sendiri tengah menyapu seluruh ruangan rumah. Dengan
bergelimpangan air mata, Marsya mencoba untuk tegar dihadapan ayahnya yang
tengah naik darah itu . dan membiarkan ibunya untuk menenangkan diri di dalam
kamar Marsya.
Saat itu juga waktu untuk Marsya beserta orang
tuanya untuk pergi ke sekolah mengambil rapor semester satu. Setelah semua
ruangan itu bersih dari debu, dan saat ibu Marsya juga telah pulih dari
tangisanya, Marsya mencoba untuk mendekati ibunya. Dengan basa-basi Marsya
bertanya “mah, mau ambil raport kapan?” mendekati ibunya yang tengah duduk di
meja makan. Dengan raut muka yang sedikit agak kebingungan sembari menatap
wajah Marsya seakan-akan tak pernah ketemu dengan anak itu, ibu Marsya pun
menjawab “raport apa? Emang sekarang kamu kelas berapa kok ambil raport
segala?” . deg… hati anak itu pun langsung mendidih, terasa panas dan sangat
terisak. Apa yang terjadi? Apa yang
tengah ibuku pikirkan sehingga lupa untuk mengambil raportku? Padahal sebelum
kejadian tadi aku kan udah bilang sama ibu (kalau aku rangking 10 besar aku
minta di beliin perhiasan) ya Alloh apa yang sedang terjadi dengan ibuku?”
Ting tong ting tong…
lamunan Marsya mendadak terhenti setelah terdengar suara bell meraung di depan
rumah tanda ada orang di luar sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar